Senin 31 Oct 2016 19:18 WIB

'Umat Islam Perlu Bangkitkan Tradisi Keilmuan Eksperimental Saintifik’

Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suka mengikuti kuliah umum 'Islam dan Sains'.
Foto: Dokumen
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suka mengikuti kuliah umum 'Islam dan Sains'.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pada abad 16, umat Islam mengalami keterpurukan dan keterbelakangan. Hampir semua negara-negara Muslim menjadi korban penjajahan oleh negara-negara Barat. 

Namun ada dua negara Muslim yang tidak dijajah, yaitu Turki dan Irak. Itu karena keduanya memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, sehingga disegani dan bisa menanggulangi kemungkinan penjajahan. 

Hal itu diungkapkan Wakil Dekan II Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr Hamdan Daulay, saat memberikan paparan pada kuliah umum yang mengangkat tema ‘Islam dan Sains’, bertempat di Convention Hall kampus setempat. 

Lebih jauh ia menambahkan, bahwa sains dan teknologi  merupakan kata kunci untuk meraih peradaban.  “Ini menjadi catatan, jika ilmu pengetahuan kuat maka umat Islam akan kuat. Tetapi ketika lemah, maka akan lemah pula umat Islam dalam peradaban dan perkembangannya,” jelasnya, dalam siaran persnya, Senin (31/10).

Sementara itu, pembicara lainnya, Wakil Dekan I Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suka, Agung Farwanto, menyampaikan saat ini merupakan masa yang penting untuk membangkitkan kembali semangat tradisi keilmuan. Pendidikan sains secara umum, memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat diperlukan untuk membangkitkan semangat berilmu secara eksperimental. 

Ia menegaskan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suka berpendapat bahwa umat Islam mengalami keterpurukan karena para ilmuwan Muslim mulai meninggalkan tradisi eksperimental saintifik yang pertama kali dipelopori oleh Al- Hussain. Seorang ilmuwan Muslim multitalenta yang mendirikan konsep pengembangan laboratorium. 

Laboratorium menjadi sebuah media para saintis untuk memberikan kontribusi pemecahan permasalahan peradaban. “Tidak ada ilmu-ilmu empirik sekarang ini yang dikembangan tanpa adanya kontribusi dari laboratorium. Semua hendaknya berbasis laboratorium agar bisa diperoleh inovasi-inovasi yang berkontribusi dalam kemaslahatan umat manusia dan kelestarian alam semesta,” ujarnya.

Lalu bagaimana melanjutkan dan mengembangan tradisi keilmuan eksperimental? “Kita bisa memulai dengan membuat kajian atau penelitian yang aplikatif. Kemudian menuju ke arah eksperimental saintifik yang lebih spesifik, yang saat ini masih dikuasai oleh saintis Barat,” jelas Agung.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement