REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengingat persaingan global merupakan keniscayaan, Kementerian Agama mendorong internasionalisasi universitas Islam Negeri di berbagai aspek. Salah satu upaya yang dilakukan dengan mengundang para ahli dari luar negeri untuk mengajar di seluruh UIN.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menjelaskan, dalam rangka internasionalisasi UIN, Kemenag bekerja sama dengan Senior Experten Service (SES) melakukan tindak lanjur atas nota kesepahaman (MoU) yang ditandatanganu kedua pihak di Bond, Jerman pada 2015 lalu.
MoU ini berisi kesepahaman untuk mendatangkan profesor dan ahli dari Jerman ke semua UIN di Indonesia sebagai bagian internasionalisasi kampus Islam.
''Di zaman ini, internasionalisasi adalah hal tak terhindarkan. Tak bisa kita mengecualikan diri hanya bermain di lokal. UIN harus internasional di semua aspek termasuk SDM, kurikulum, dan infrastruktur,'' ungkap Kamaruddin di Kantor Kemenag, Kamis (24/11).
Menurut Kamaruddin, kampus kelas dunia adalah soal standar mutu SDM, kurikulum, dan penunjang lain yang kelas dunia. Misalnya, ketika belajar fisika. Maka yang dipelajari di Jerman, juga dipelajari di sini. Apa yang mereka punya di sana, juga dipunyai di sini. Ada banyak yang harus diinternasionalisasi.
Namun bila yang dimaksud universitas kelas dunia adalah harus masuk 500 universitas dunia, perjalanan UIN masih panjang. Saat ini dari Indonesia yang masuk ke 500 universitas dunia baru UI dan ITB.
Dalam mewujudkan cita-cita itu, Kemenag melakukan beberapa langkah strategis di antaranya kerja sama dengan SES. Pada 2017, 67-100 profesor dari Jerman akan didatangkan ke Indonesia.
''Para profesor dari Jerman ini dibiayai SES, termasuk gaji dan lain-lain. Kami hanya membiayai transportasi lokal dan akomodasi. Program ini strategis untuk meningkatkan kualitas dan perluasan jaringan internasional UIN Indonesia,'' ujar Kamaruddin.
Untuk sementara, profesor yang didatangkan memang dari Jerman dan pakar di bidang non studi Islam. Namun, Kemenag tidak membatasi diri untuk bisa mengundang para ahli dari negara lain dan pakar ilmu sosial.
''Tidak menutup kemungkinan itu, tergantung kebutuhan UIN juga. Lama mengajar tergantung kebutuhan dan pembicaraan di awal,'' kata Kamaruddin.