REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenrisetdikti) berkomitmen memperbaiki adanya ijazah palsu perguruan tinggi. Salah satunya lewat adanya penomoran ijazah nasional yang akan diimpelemntasikan pada 2017.
"Supaya industri atau pengguna sumber daya manusia (SDM) tidak lagi bertanya-tanya apakah ijazah (calon pekerjanya) asli atau tidak," ujar Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir di Yogyakarta, Ahad (4/12).
Untuk itu, kata dia, perlu juga dibuat sistem informasi verifikasi ijazah secara elektronik dengan harapan perusahaan pengguna tenaga kerja tinggal membuka di sebuah situs untuk mencari nama yang dimaksud. Dia menilai legalisir tidak bisa mencegah peredaran ijazah palsu karena juga dapat dipalsukan. Nasir pernah mempunyai pengalaman menghadapi beberapa mahasiswa pindahan.
Saat itu, untuk lulus semester, setiap mahasiswa harus memiliki Indeks Prestasi Komulatif (IPK) minimal 2. Namun ternyata ada beberapa anak yang IPK-nya di bawah 1. Pihaknya pun berusaha mengecek mahasiwa bersangkutan ke kampus terdahulu. Nyatanya, mereka bukanlah mahasiswa kampus tersebut dan hanya memanfaatkan ijazah palsu yang dilegalisir.
"Padahal ada tanda tangan dan legalisir, persis. Di Jakarta mau cari ijazah dan stempel apa tersedia," kata dia.
Selain penanganan ijazah palsu, Kemenristek juga akan mendorong perguruan tinggi melakukan peningkatan akreditasi. Di 2016, perguruan tinggi di Tanah Air yang memiliki akreditasi A baru 26, padahal ada 4.512 perguruan tinggi di Indonesia, sedangkan yang belum terakreditasi ada 3.492. Nasir menyebut dalam meningkatkan akreditasi perlu pendampingan.