REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara, memamerkan kapur barus peninggalan sejarah yang diperkirakan pernah menjadi komoditas buruan Firaun dan raja-raja Mesir kuno pada 2.000 tahun silam.
"Kapur barus tersebut dipamerkan untuk diketahui masyarakat secara luas, karena barang itu saat ini dianggap sangat langka dan jarang ditemukan," kata Ketua Program Study Antropologi Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan (Unimed) Ichwan Azhari di Medan, Rabu (7/12).
Ia menyebutkan, ribuan tahun lamanya sejak zaman Firaun di Mesir kuno hingga zaman perdagangan rempah-rempah bangsa Eropa, kapur barus atau "kamfer" (champhor) dari Barus menjadi magnet perdagangan dunia.
"Keberadaan kamfer ini telah dicatat oleh ptolemy, geograf Yunani yang dinyatakan berasal dari Barus (Barousai)," ujar Ichwan.
Selain itu, dalam catatan pengelana asing sejak abad ke-5 hingga abad ke-11 masehi, kamfer menjadi daya tarik tersendiri yang diperoleh dari Barus, pelabuhan kuno di Pantai Barat Sumatra Utara.
Kapur atau kamfer dari Barus ini berbeda dengan kapur barus yang digunakan masyarakat modern untuk membasmi serangga atau rayap.
Kamfer dari Barus penting untuk farmasi atau pengobatan kuno, pembalseman mummi (mummy) yang diambil dari bagian tengah pohon kapur. "Pohon kamfer yang dipamerkan di Unimed kali ini dibawa dari hutan Singkel, Aceh oleh Samanudin, salah seorang mahasiswa Antropologi Sosial Pascasarjana Unimed," katanya.
Ichwan menjelaskan, pameran kapur barus ini semata-mata adalah untuk mempopulerkan tanaman etnis masyarakat Sumatera Utara (Sumut) yang sudah sejak dahulu digunakan. Etnobotani tidak saja mencakup tanaman obat (medis), tetapi juga sebagai bumbu atau bahan makanan (pangan), kecantikan dan bahkan ritual.
Karena itu, untuk memperkenalkan jenis-jenis tanaman etnis dimaksud, Unimed melakukan kegiatan pameran.
Demikian pula bahwa etnofotograpi sebagai bagian dari antropologi visual adalah salah satu model penelitian etnografi yang mengedepankan visualisasi etnis dan budaya tersebut dalam bentuk gambar atau foto.
"Jadi, di samping bermanfaat dalam kerangka ilmu pengetahuan antropologi, kegiatan ini juga berguna untuk sosialisasi tanaman etnis maupun visualisasi etnis sebagai potret khazanah budaya dan masyarakat Sumut," kata Dosen Unimed.