REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Universitas Hasanuddin (Unhas) patut berbangga karena baru saja resmi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) namun langsung dipercaya menjadi tuan rumah Rapat Koordinasi (Rakor) PTN BH se-Indonesia, 18-20 Januari 2017.
"Rakor PTN BH se-Indonesia ini dihadiri 11 Universitas yang sudah resmi berbadan hukum," kata Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA di Makassar, Kamis (19/1).
Adapun 11 perguruan tinggi itu masing-masing Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selanjutnya Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, serta Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya serta Universitas Hasanuddin sebagai tuan rumah.
Sejumlah Rektor juga hadir dalam kegiatan tersebut diantaranyya Rektor IPB Prof Dr Herry Suhardiyanto, MSc dan Rektor Undip Prof Dr Yos Johan Utama SH M Hum.
Bahkan pada Sesi Rapat Pleno yang dilaksanakan di Unhas juga langsung dipimpin Rektor IPB Prof Dr Herry Suhardiyanto, MSc.
Adapun Rapat paralel dilaksanakan membahas masalah bidang hukum dan keuangan di Ruang Rapat V Gedung Rektorat dengan narasumber Prof Dr Yos Johan Utama, SH MHum dan Erlin Trisyulianti, STP MSi.
Sementara pembahasan mengenai sumber daya manusia dilaksanakan di Ruang Rapat C Lantai 3 melibat narasumber Prof Dr Ir Budi S Wignyosukarto, DipHE dan Dr Muhammad Madyan, SE MSi, MFin.
Rektor Dwia juga telah menjelaskan keutamaaan atau keuntungan kampus setelah berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) yang resmi diraihnya pada hari ini.
"Misalnya untuk mengejar target visi misi masuk universitas kelas dunia tentu perlu lompatan inovasi dan kratif. Sebagai perguruan tinggi milik negara. tentu dibatasi secara administrasi SOP yang selalu mengikuti dan itu tentu berbeda dengan yang status PTNBH,"ujarnya.
Selain itu, sebagai PTN maka inovasi kreatifitas akan terkungkung dengan adanya aturan atau regulasi pemerintah. Termasuk tentunya akan mendapatkan kendala mendapatkan ijin yang terlalu lama ataupun proses yang panjang.
Bahkan, kata dia, untuk masalah yang menyangkut aset negara bukan hanya menunggu restu dari Mendikbud naun juga harus ke Menko termasuk harus diperiksa lagi kemenkumham dan sebagainya.
Sementara, menurut dia, produk hasil karya kampus juga terkendala. Bahkan jika ingin cepat membuka program studi, pembukaan atau penutupan fakultas, pendirian satu unit kerja terpaksa tidak bisa mengikuti sesuai tren dan kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan.
Untuk mutasi saja, lanjut dia, harus pakai sistem. Termasuk pemberikan intensif sekalipun meski pihak kampus punya dana yang cukup namun tidak bisa serta merta bisa melakukan intensif.
"Padahal intensif harus kita akui akan memacu dan memotivasi pegawai agar bisa lebih bekerja maksimal. Namun dengan status sebagai PTNBH, kita bisa berikan imbal jasa bukan lagi melalui kementerian aturan remunerasi, tergantung kondisi keuangan. Jadi jika MWA (Majelis Wali Amanat) setuju maka bisa dilakukan," ujarnya.