Kamis 26 Jan 2017 15:52 WIB

Ini Prestasi yang Pernah Ditorehkan Mapala Unisi UII

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Dwi Murdaningsih
Mendaki Gunung
Foto: Republika/CR02
Mendaki Gunung

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Duka masih menyelimuti kelompok pecinta alam Universitas Islam Indonesia. Prestasi Mapala Unisi UII di bidang SAR tidak bisa disangkal lagi. Bahkan tahun lalu, UKM pecinta alam ini baru saja menyabet juara III pada International Urban Search and Rescue (IUSAR) di Turki.

“Kami jadi satu-satunya perwakilan Indonesia dalam ajang itu,” kata anggota Mapala Unisi UII TGC-21, Arif Setiawan, Rabu (25/1).

Karena keahlian dan kelihaian dalam mengevakuasi korban kecalakaan di alam, Mapala Unisi mendapat berbagai gelar, seperti pulung, Badak Gila, dan Pasukan Tiga Detik.

Mapala Unisi pun selalu terlibat di hampir semua kegiatan penanganan kebencanaan dan pengabdian masyarakat. Termasuk Tsunami Aceh 2004, Erupsi Merapi 2010, banjir Garut, dan Banjir Bima.

Buntut Tewasnya Peserta Diksar, Mapala Unisi UII Dibekukan

Kecakapan dalam menghadapi kondisi bencana tentu tidak diperoleh begitu saja. Keahlian tersebut tentu saja membutuhkan latihan yang rutin dan pengetahuan yang mendalam. Maka itu organisasi yang berdiri pada 3 Juli 1974 ini memiliki kurikulum sendiri untuk mengasah keterampilan anggotanya.

Menurut Arif, pendidikan anggota Mapala Unisi terdiri dari beberapa tahap. Antara lain The Great Camping (TGC), Senior Great Camping (TSC), Advance Trainer, dan Training and Trained (TT). Namun begitu, yang dilaksanakan selama ini hanya TGC dan TSC. Sebelum pelaksanaan TGC peserta harus dibekali oleh pengayaan materi di kelas.

“Baru setelah itu ke lapangan,” ujar Arif.

Namun sebelum terjum ke lapangan calon peserta harus menjalani tes kesehatan lebih dulu. Jika tidak memenuhi keriteria, calon peserta yang bersangkutan tidak akan diperbolehkan ikut TGC.

TGC sendiri biasanya dilaksanakan selama delapan hari dengan juklak dan juknis yang dibuat panitia. Dimulai dari pengenalan lapangan, mountainering, hingga survival. Penentuan lokasi TGC pun tidak sembarangan. Menurut Arif, panitia harus melakukan survey terlebih dulu untuk memastikan kelayakan tempat pelaksanaan TGC.

Saat di lapangan, sejumlah keterampilan peserta akan diuji. Seperti kemampuan navigasi darat, manajemen alam bebas, dan resque. Bahkan menurut Arif, salah satu hal yang membedakan pendidikan Mapala Unisi dan Mapala lainnya adalah survival statis.

“Mapala lain biasanya kan survival tapi sambil jalan. Sementara kita statis. Kita beri batas area, jangan keluar dari batas tersebut. Selanjutnya ya bagaimana cara mereka agar tetap bisa bertahan,” kata Arif.

Jika peserta melanggar aturan, mereka akan memperoleh konsekuensi berupa hukuman fisik atau membantu pekerjaan rekannya. Selama menjalani kegiatan survival, aktivitas fisik dimungkinkan terjadi. Seperti push up atau lari. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah peserta terkena hipotermia.

"Yang bisa meredakan hipo kan hanya peregangan otot dengan aktivitas fisik. Supaya tubuh memanas," papar Arif.

Bahkan menurutnya, penderita hopotermia paling parah bisa sampai kehilangan kesadaran. Sehingga memang harus ada kontak fisik untuk membangunkannya.

Survival sendiri berlangsung selama tiga hari. Setelah itu, barulah peserta dibawa pulang ke Posko lalu mengikuti malam penyambutan anggota baru. Selama TGC peserta dibuat beregu. Satu regu biasanya didampingi oleh dua panitia operasional yang bertugas membimbing mereka. Setelah mengikuti dua kali TGC, barulah anggota Mapala Unisi boleh mengikuti TSC. Biasanya, jumlah peserta TSC menyusut lebih dari 50 persen.

“Kalau TGC kan bisa 30-an orang. Tapi kalau TSC ya cuma 15 atau 10 orang,” kata Anggota Mapala Unisi TGC-26, Rindang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement