REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menginisiasi pembentukan silabus pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Kepala Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK), Emi Emilia menyatakan peluang Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) untuk mengembangkan BIPA tergolong besar.
Salah satu upaya mempercepat rekognisi internasional PTM dan Aisyiyah (PTA) yaitu memperbanyak mahasiswa asing yang fasih berbahasa Indonesia. Di sinilah pentingnya peran unit BIPA dalam memberikan pembelajaran yang berkualitas bagi mahasiswa internasional. UMM menggelar workshop dan Seminar Pengembangan Silabus BIPA Praktis Model PTM yang digelar selama tiga hari sejak Rabu hingga Jumat (1-3/2).
Workshop ini merupakan bentuk tindak lanjut dari pertemuan Kantor Urusan Internasional (KUI) PTM pada 2015 lalu. Pada forum tersebut, PTM yang hadir membeberkan pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di kampusnya. Keputusannya, KUI dengan BIPA akan merumuskan kurikulum dan silabi yang akan diaplikasikan di tiap kampus.
Sebab, semakin hari permintaan untuk mengembangkan bahasa Indonesia di berbagai kampus di banyak negara makin meningkat. Universitas-universitas yang telah lama memiliki program BIPA juga terbantu dengan permintaan pengembangan bahasa Indonesia di luar negeri ini.
Selain itu, BIPA disebut sangat strategis sebagai sarana diplomasi karena memberi sumbangsih pada pemerintah untuk menyebarkan bahasa Indonesia di kancah internasional. Mahasiswa asing yang belajar di PTM, terutama UMM berasal dari berbagai negara. Sehingga, dengan mempelajari bahasa Indonesia beserta budayanya, maka persebaran bahasa Indonesia dan nama kampus tempat belajar akan semakin mudah. Hal tersebut diungkapkan kepala BIPA UMM, Arif Budi Wurianto, dalam sambutannya.
Wakil rektor I UMM, Syamsul Arifin dalam pembukaannya menyatakan, PTM di Indonesia hendaknya meningkatkan kesadaran dalam upayanya meraih pengakuan internasional. Indikator pencapaian tersebut antara lain yakni meningkatnya jumlah mahasiswa asing yang dimiliki PTM serta kualitas dosen dan mahasiswa yang diakui secara internasional melalui penelitian dan konferensi berskala internasional.
Dalam materi yang dipaparkannya, Emil berharap, tiap kampus tak sekedar memiliki unit BIPA, melainkan menjadikan BIPA sebagai program studi. Hal ini berangkat dari fakta belum adanya kampus di Indonesia yang memiliki prodi BIPA dan minimnya penelitian terkait BIPA, sehingga metode pembelajaran BIPA belum mengikuti pembelajaran mutakhir.
“Bahasa Indonesia berpeluang untuk menjadi bahasa internasional. Hal ini karena peminat pembelajar bahasa Indonesia cukup banyak. Di Universitas Al-Azhar Mesir sudah membuka prodi BIPA,” imbuhnya.
Emi menambahkan, PTM dan lembaga di perguruan tinggi akan bermitra dengan PPSDK untuk memajukan bahasa Indonesia. Tahun ini, PPSDK kembali mengirimkan 47 tim pengajar ke 13 negara. Selain sebagai sarana diplomasi kebahasaan dan bahasa internasional, bahasa Indonesia juga bisa menjadi sarana pariwisata karena dengan mengembangkan BIPA, maka akan mengkatkan motivasi wisatawan untuk datang ke Indonesia.