REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Universitas Airlangga (Unair) Surabaya bersama dua universitas asal Swiss, yakni University of Lausanne dan University of Geneva berkolaborasi dalam penelitian dan pengembangan vaksin baru untuk flu burung.
Ketua Avian Influenza Research Centre (AIRC) Unair Prof C.A Nidom di Surabaya, Selasa (28/3) mengatakan, ketiga universitas ini bergabung untuk membuat formulasi-formulasi baru guna merancang vaksin yang terbaik untuk flu burung. Bukan hanya dalam kandungan vaksinnya tapi juga formulasinya.
"Dalam kolaborasi ini nantinya, kami akan membangun laboratorium baru yang khusus untuk membuat formulasi. Selain itu, kami juga melakukan pengolahan dan penerjemahan antara basic riset," katanya.
Nidom menjelaskan kerja sama riset ini nantinya akan berlangsung selama tiga tahun dan dibiayai penuh oleh Pemerintah Swiss melalui Swiss Science National Foundation (SCNF) dengan total pembiayaan antara Rp 8 miliar hingga Rp 9 miliar. "Dalam tiga tahun itu kami akan merancang suatu formulasi, kemudian dialihkan ke sini satu, kemudian dilakukan pekerjaan bersama untuk tes," ujarnya.
Proyek pertama kerja sama ini, kata Nidom, adalah membuat vaksin flu burung yang terbaik untuk Indonesia maupun dunia yang disiapkan jika sewaktu-waktu ada wabah flu burung besar-besaran. "Sekarang memang belum ada, namun kami tetap khawatir akan adanya flu burung yang belum habis," tuturnya.
Selain itu, kerja sama ini, lanjut dia, sudah diawali pada tahun 2014 tapi hanya dalam skala kecil. Namun setelah mereka tahu fasiliitas AIRC cukup komplit dan Unair bisa melakuan riset-riset vaksin maka mereka meningkatkan kerja sama menjadi tiga universitas.
"Kenapa dipilih Unair? karena Unair termasuk 10 besar perguruan tinggi negeri (PTN) yang fokus risetnya mengenai vaksin. Untuk menyempurnakan penemuan-penemuan kami, tidak bisa langsung menjual ke industri karena harus melalui perbaikan, lha di sinilah perbaikan itu," kata dia.
Perwakilan dari Universitas of Lausanne Swiss Dr Chrisptophe Barnier-Quer mengatakan kampusnya adalah universitas yang sejak 2010 ditunjuk oleh World Health Organisation (WHO) untuk pengembangan vaksin.
Selain itu juga ditunjuk WHO untuk memberikan edukasi kepada negara-negara yang mempunyai risiko tinggi yang banyak infeksi. "Yang saya lihat AIRC Unair telah siap secara peralatan dan juga tenaga penelitinya untuk ikut dalam kolaborasi penelitian ini," kata dia.
Dia menjelaskan, kolaborasi ini seputar isu-isu global seperti halnya flu burung. Jika nantinya ini berhasil, maka pihaknya akan meningkatkan lagi ke isu global lain, yakni ebola. Selain berkolaborasi dalam penelitian, Unair dan Swiss juga akan mengadakan simposium yang bertajuk "Swiss-Indonesia Vaccine Formulation Symposium" di Surabaya, 29-30 Maret 2017.