REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengatakan, pengmbangan stem cell di Indonexia tidak kalah dengan negara lain. Hal itu diungkapkannya saat mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) untuk meninjau perkembangan stem cell atau sel punca.
Universitas Airlangga merupakan salah satu universitas di Indonesia yang ditunjuk sebagai pusat pengembangan stem cell. "Stem cell di Indonesia tidak kalah. Indonesia termasuk negara yang paling bergengsi dalam pengembangan stem cell. Kita dengan Cina, Iran, Amerika, tidak ketinggalan," kata Mohamad Nasir mengklaim, di FK Unair Surabaya, Jumat (28/4) petang.
Nasir mengatakan pemerintah akan mendorong dari sisi regulasi agar pengembangan stem cell semakin masif dan dapat dimanfaatkan masyarakat luas. Ia mengaku sudah membicarakan masalah ini dengan Menteri Kesehatan RI. Menurutnya, Kementerian Kesehatan sudah sepakat akan mengatur regulasi penggunaan stem cell ini.
Nasir membeberkan, salah satu kendala pengembangan stem cell adalah kelayakan laboratorium. Ia berjanji akan membantu penyediaan fasilitas laboratorium supaya inovasi pengembangan yang dihasilkan lebih nyata.
Kemenristekdikti menunjuk Unair sebagai pusat pengembangan stem cell untuk wilayah Indonesia timur, dan Universitas Indonesia untuk wilayah Indonesia barat.
Stem Cell Research and Development Centre Unair -RSUD Dr Soetomo, RS Unair, dan FK Unair telah membentuk Surabaya Degenerative Medicine Centre yang ditunjuk Kementerian Kesehatan RI sebagai pusat pengampu penelitian berbasis stem cell di Indonesia. Sampai saat ini, tak kurang dari 500 kasus yang sudah ditangani berkat pengembangan stem cell.
Produk stem cell dan molecular engineering yang dihasilkan telah dihilirisasi oleh BUMN, seperti PT Pharos, untuk hasil riset berupa produk stem cell untuk kosmetik. Saat ini, produk tersebut telah masuk tahap registrasi ke BPOM. Eksplorasi stem cell merupakan pilihan tertinggi dalam terapi suatu penyakit, baik yang bersifat regenerativ maupun terapi jaringan.
Menristek juga sempat berdialog dengan salah satu pasien stem cell, Andi Muhammad Ardan. Andi menderita sirosis hepatis atau kondisi terbentuknya jaringan parut di hati akibat kerusakan hati jangka panjang (kronis) pada 2013 silam. Andi sudah kembali pulih setelah tiga kali menjalani perawatan dengan stem cell.
"Dulu sakit tahun 2013, stem cell tiga kali, enam bulan setelah itu sudah mulai ada perbaikan. Sekarang sudah normal," tutur Andi yang juga dokter spesialis bedah plastik, rekonstruksi, dan estetika Fakultas Kedokteran Unair ini.
Tampak puas usai berdialog, Nasir berharap inovasi-inovasi tersebut harus lebih dikembangkan. Kesehatan dan obat-obatan merupakan salah satu dari tujuh bidang riset prioritas nasional. Jika pengembangan stem cell lebih masif, biaya yang harus dikeluarkan pasien bisa ditekan sehingga terjangkau oleh masyarakat luas.
"Kalau bisa dilakukan secara masif, //cost//-nya akan kecil. Maka ini bagaimana UNAIR bisa mengembangkan makin banyak agar masyarakat bisa menjangkau lebih luas lagi," ujar Menristek.