Selasa 30 May 2017 23:30 WIB

Kampus Perlu Deteksi Dini Gejala Radikalisme dan Intoleransi

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Foto siluet mahasiswa Uhamka saat akan menghadiri diskusi terkait paham radikalisme (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Foto siluet mahasiswa Uhamka saat akan menghadiri diskusi terkait paham radikalisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Rektor Indonesia (FRI) mengimbau pada seluruh pimpinan perguruan tinggi untuk mendeteksi gejala radikalisme dan intoleransi di kampus. Hal tersebut menindaklanjuti larangan dari Menristekdikti Mohamad Nasir dan Menkopolhukam Wiranto terhadap gerakan yang bertentangan dengan Pancasila di lingkungan kampus.

Ketua FRI Suyatno mengingatkan, kampus merupakan wahana untuk mendidik mahasiswa yang nantinya bisa berkontribusi bagi bangsa dan negara. "Sekarang ada indikasi adanya radikalisme dan intoleransi masuknya ke kampus. Itu gejala kuat, kampus jadi sasaran," kata dia di Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (Uhamka), Jakarta, Selasa (30/5).

Sehingga, ia mengatakan, FRI mengimbau dan meminta perguruan tinggi untuk melakukan Tri Dharma perguruan tinggi. Artinya, melakukan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan sistem pedidikan tinggi. "Tidak mengajarkan yang tak diatur. Pancasila, agama, bahasa Indonesia yang jadi mapel wajib, ya diajarkan," ujar dia.

Rektor Uhamka itu mengingatkan, perguruan tinggi harus mengajarkan pendidikan yang benar. Pimpinan perguruan tinggi juga harus memantau konteks apa saja yang diajarkan dosen. Sebab jangan sampai, ada dosen yang mengajar di luar konteks.

Selain itu, dia mengatakan, perguruan tinggi harus memantau hasil riset dan penelitian yang dilakukan dosen maupun mahasiswa. Sebab jangan sampai, hasil riset tersebut menyesatkan. Atau, disalahgunakan dan dimanfaatkan untuk kejahatan.

Ketiga, pengabdian masyarakat harus bernilai produktif dan konsumtif untuk kesejahteraan. Kemudian pemimpin perguruan tinggi harus memantau setiap aktivitas lembaga kemahasiswaan. Pastikan setiap kegiatan ada pembimging yang benar. "Itulah cara mengawal, yang penting dalam belajar-mengajar, pastikan mahasiswa dicuci otaknya yang bersih dan bagus," jelasnya.

Suyatno mengatakan, Uhamka hanya memperbolehkan dua organisasi mahasiswa di kampus, yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Ia mengatakan, kampus melarang pendirian organisasi di dalam kampus. Namun, ia berujar, Uhamka tidak melarang setiap mahasiswa berorganisasi, tetapi tak boleh masuk kampus.

"Jadi isunya akan mudah. Saya jamin organisaai mahasiswa terpantau. Imbau ke perguruan tinggi lain, semua kegiatan mahasiswa harus berjalan baik," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement