REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Kemahasiswaan Universitas Nasional (UNAS), Kamarudin Salim, mengatakan pengawasan radikalisme di lingkup mahasiswa sudah dilakukan sejak lama. Bahkan, beberapa waktu lalu, UNAS baru saja mengadakan diskusi tentang radikalisme bersama BNPT.
"Sebagai institusi pendidikan, kami bertugas untuk mempersatukan bangsa. Posisi kampus hadir di sini untuk memberikan pencerahan, dan menjadi pionir untuk menangkal hal-hal negatif," ujar Kamarudin saat ditemui di ruangannya, Jumat (2/5) pagi.
Terkait diskusi yang diadakan pihak kampus dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), 24 Mei 2017 lalu, hanya sebagai diskusi biasa dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP). Kamarudin yang kebetulan sedang ada kepentingan di Surabaya, menanyakan jalannya acara pada perwakilan mahasiswa yang hadir.
"Saya tanya ke mahasiswa, mereka bilang semua lancar. Pak Satyo sebagai panitia pelaksana acara perwakilan P4M, mengatakan kepada saya, ke depannya, P4M ini akan berpusat di FISIP. Jadi memang acara itu dipandang sebagai acaranya FISIP," papar dia.
Pusat Pengkajian Politik dan Pengembangan Masyarakat (P4M) UNAS, merupakan salah satu lembaga yang ikut menjadi panitia acara yang diselenggarakan oleh BNPT tersebut. Dalam acara diskusi tentang radikalisme itu, semua ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA) per fakultas, ikut hadir.
"Kalau menangkal radikalisme ini kan tidak hanya di satu fakultas, semua harus mengetahui dan berkewajiban menangkal radikalisme, dan lain-lainnya. Semua HIMA bukan kami awasi ya, lebih tepatnya semua HIMA dalam pembinaan kami," jelas Kamarudin.
UNAS juga merupakan kampus yang tidak memiliki Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), tetapi mereka memiliki senat, yang pada tiga tahun lalu dibekukan. Hal itu dikarenakan kasus narkoba. Bagi Kamarudin, narkoba sebenarnya sama bahayanya dengan radikalisme. "Kami juga di sini membantu pemerintah dalam menangani kasus narkoba. Justru narkoba lebih berbahaya, menyerang anak muda, dan Jakarta menjadi daerah nomor satu," kata dia.
Jadi telah lama, UNAS concern dengan bahaya narkoba dan radikalisme. Kamarudin memberikan satu contoh ketika Negara Islam Indonesia (NII) sedang heboh-hebohnya.
Menurut dia, UNAS sudah sering mengadakan seminar dan diskusi sejak kejadian NII tersebut. Sehingga mahasiswa tidak ada masalah, jika memang nantinya ada program-program BNPT yang masuk ke lingkup kampus. "Justru hal seperti itu lebih baik, menangkal sejak dini kan lebih baik," tutur Kamarudin.