REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Perguruan tinggi se-Jawa Timur mengikrarkan deklarasi anti radikalisme di gedung Techno Park Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Kamis (6/7). Deklarasi dibacakan oleh Rektor UPN Veteran Jatim Teguh Soedarto dan diikuti oleh perwakilan dari masing-masing perguruan tinggi.
Acara deklarasi tersebut dihadiri oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir serta Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Mayor Jenderal Gautama Wiranegara. Setelah pembacaan deklarasi, masing-masing perwakilan perguruan tinggi membubuhkan tanda tangan pada spanduk yang dibentangkan di panggung.
Deklarasi memuat lima pokok. Di antaranya, menjunjung tinggi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mencegah dan melawan berbagai bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Ikrar ketiga, mencegah dan melarang berbagai bentuk kegiatan radikalisme dan terorisme dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama. Dua pokok terakhir yakni mencegah dan melarang penyalahgunaan dan peredaran narkoba dan zat adiktif lainnya, serta menanamkan dan mengimplementasikan nilai-nilai bela negara.
Menteri Nasir menyatakan, agar jangan sampai para mahasiswa dan dosen memiliki paham radikalisme. "Kita harus waspada. Supaya negara Indonesia tetap terjaga," jelasnya kepada wartawan seusai deklarasi.
Menurutnya, jika nantinya terdapat mahasiswa atau dosen yang terkena paham radikalisme, maka rektor diminta bertanggung jawab. Salah satunya dengan menyadarkan agar kembali kepada Pancasila dan NKRI.
"Instrumen-instrumen apa saja yang muncul di kampus, contoh mahasiswa mulai melakukan kegiatam-kegiatan radikalisme, rektor tugasnya mengingatkan. Laporkan kepada yang berwajib, kita memiliki kepolisian dan BNPT," kata Nasir.
Para rektor juga diminta melakukan monitoring setiap hari dengan menugaskan dekan dan dosen. Agar bekerja sama dengan mahasiswa untuk mengajak kembali kepada NKRI dan Pancasila.
Nasir menilai peran perguruan tinggi sangat besar karena menjadi ujung tombak di depan kaitannya masalah bela negara. Tugas perguruan tinggi sekarang tidak cukup hanya meluluskan sarjana, melainkan para lulusan harus memiliki kompetensi dan jiwa nasionalisme yang tinggi.
"Bagaimana berperilaku sebagai bangsa Indonesia tetap memelihara negara kesatuan Republik Indonesia. Nasionalisme saja tidak cukup. Oleh karena itu, pendekatan antara religius dan nasionalis menjadi sangat penting," katanya.