Ahad 20 Aug 2017 17:40 WIB

INAIS Gelar Seminar Pendidikan Anak Usia Dini

Suasana seminar PAUD yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Institut Agama Islam Sahid (INAIS) Bogor, Sabtu (19/8).
Foto: Dok INAIS
Suasana seminar PAUD yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Institut Agama Islam Sahid (INAIS) Bogor, Sabtu (19/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Institut Agama Islam Sahid (INAIS) Bogor menggelar seminar Pendidikan Islam Anak Usia Dini dengan tema “Kebijakan Dinas Pendidikan dalam Pengembangan Profesionalisme Guru Anak Usia Dini di Kabupaten Bogor”. Seminar berlangsung di Kampus INAIS Gunung Menyan, Pamijahan, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (19/8).

Siaran pers INAIS yang diterima Republika.co.id, Sabtu (19/8) menyebutkan, seminar yang diikuti sekitar 300 peserta itu menampilkan tiga orang pembicara. Mereka adalah  Dr Indrani Dewi Anggraeni (pendidik dan pemerhati anak dari SEAMEO QITEP Language Jakarta), Iwan SPd MM (penilik luar sekolah Kecamatan Cibungbulang), dan Dian Rodiana SPd (ketua HIMPAUDI Kecamatan Cibungbulang). Seminar dipandu oleh Tita Hasanah, MSi, ketua Program Studi PIAUD FITK INAIS.

Dalam pemaparannya Iwan menyebutkan, anak usia dini adalah anak-anak dalam rentang usia 0-6 tahun. Anak dalam rentang usia ini merupakan golden age atau usia emas. Karena itu anak-anak harus menerima pendidikan yang berkualitas.  Dan untuk itu diperlukan guru yang berkualitas pula.

Sayangnya, kata Iwan,  saat ini dari sekitar 588.475 jumlah guru PAUD di Indonesia, hanya sebagian kecil yang mengantongi ijazah sarjana (S1), sebagian besar lulusan SLTA atau SMA. Dan bahkan tak sedikit yang hanya lulusan SMP. Padahal menurut UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pendidikan guru minimal harus sarjana (S1). “Di Australia dan Selandia Baru, guru PAUD cukup berijazah D3, asal dengan pendampingan dan mengikuti pelatihan terus-menerus,” ujar Iwan.

Ia menjelaskan, anak-anak PAUD tidak boleh diajari membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Pendidikan atau cara belajar anak usia dini dilakukan dengan bermain dan bernyanyi. Anak-anak tidak boleh dipaksa membaca, menulis dan berhitung.

Iwan memaparkan, karakteristik anak usia dini antara lain: berpikir konkret berdasarkan makna, tidak abstrak; belajar banyak hal melalui pengalaman mereka di rumah; belajar banyak hal dengan seluruh tubuh mereka; senang merasakan, menyentuh, bergerak, menjelajah, dan membau. “Selain itu, mereka  juga sering menggunakan bahasa orang dewasa. Karena itu kita mesti hati-hati karena anak usia dini merupakan masa-masa mengikuti,” tuturnya.

Karakteristik lain anak-anak usia dini adalah  suka menikmati, mendengarkan dan membaca cerita;  seringkali mudah mengalihkan perhatiannya ketika sedang mengerjakan tugas, memikirkan diri sendiri tapi pada  saat yang bersamaan terpengaruh oleh orang lain.

Sedangkan karakteristik spiritual anak usia dini: memiliki kesadaran yang terus berkembang bahwa Tuhan adalah nyata; cenderung memiliki konsep ketuhanan yang sangat sederhana, memiliki kesiapan untuk menerima apa yang anda katakan tentang Tuhan. Karena itu kepada mereka ceritakan kisah-kisah nabi dan kisah-kisah dari kitab suci.  “Karakteristik lainnya adalah   dapat mengembangkan sikap menuruti perintah dan larangan Tuhan,” paparnya.

Pembicara lainnya, Dr Indrani menyebutkan, tujuan pendidikan dalam Islam adalah hidup bahagia di dunia dan bahagia akhirat.  “Pendidikan dalam Islam membebaskan manusia dari berbagai belenggu kehidupan, mengantarkan umat manusia untuk hidup damai dan bahagia, selamat hidup di dunia dan akhirat kelak. Materi pendidikan anak dalam Islam meliputi keimanan, ibadah,dan akhlak,” tuturnya.

Indrani menjelaskan, guru PAUD haruslah berilmu. “Sebab,  dengan ilmu kita bisa mengetahui psikologi anak, misalnya mengapa anak tidak mau menyanyi, harus dicari tahu mengapa sebabnya, dan lain-lain,” ujarnya.

Indrani mengemukakan, anak yang ceria pasti dicontohkan oleh orangtua dan gurunya. “Guru sebagai pengganti orangtua di sekolah. Karena itu meski interaksi anak dengan guru di sekolah cuma dua  jam  misalnya, tapi interaksi itu sangat bermakna,” tegasnya.

Menurut Indrani, anak usia dini merupakan usia emas, usia yang sangat mendasar bagi perkembangannya. Perkembangan anak usia dini sangat luar biasa, baik kognitif, afektif maupun psikomotor. “Biarkan anak berimajinasi. Kalau anak menggambar gunung berwarna merah, misalnya, biarkan,” kata Indrani.

Ia juga mengemukakan, anak usia dini jangan diajarkan hal-hal yang sulit seperti belajar bahasa Inggris, misalnya. Kasihan otaknya. Ajarkan saja bahasa Sunda atau bahasa Indonesia yang memang sudah menjadi lingkungannya.

Anak tidak perlu menulis. “Kalau salah ketika menggambar, misalnya, jangan dimarahi. Anak-anak harus belajar sambil bermain,” tuturnya.

INAIS saat ini memiliki tiga Fakultas yaitu Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, serta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement