REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya berencana membuka Fakultas Kedokteran (FK). Untuk merealisasikan pembukaan FK, UINSA menggandeng tiga pemerintah provinsi (pemprov).
Ketiga pemprov tersebut yakni Pemprov Jawa Timur, Pemprov Nusa Tenggara Barat, dan Pemprov Nusa Tenggara Timur. Langkah tersebut diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara UINSA dengan Pemprov NTB di Gedung Twin Tower kampus UINSA Surabaya, Kamis (7/9).
MoU tersebut mencakup pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Selanjutnya, UINSA akan melakukan penandatanganan MoU dengan dua pemprov lainnya pada pekan depan.
Rektor UINSA Abd A'la mengatakan, kerjasama dengan tiga pemprov tersebut menjadi syarat yang harus dipenuhi agar UINSA dapat mengajukan permohonan izin membuka Fakultas Kedokteran. "Kami butuh waktunya cepat,” kata dia.
Dia menjelaskan dua alasan UINSA menggandeng Pemprov NTB. Pertama, hubungan UINSA dan Pemprov NTB sudah cukup bagus. Kedua, dia berpendapat, UINSA bisa melakukan berbagai pendampingan masyarakat di NTB.
“Terutama di aspek kesehatan dan semacamnya nanti seandainya sudah berdiri FK," kata dia, menerangkan kepada wartawan seusai penandatanganan MoU.
Kalaupun FK belum berdiri, dia menerangkan, UINSA tetap bisa melakukan pengabdian masyarakat secara umum di NTB. "Selain itu, Pak Gubernur NTB siap untuk mengirimkan mahasiswanya untuk dikuliahkan di sini," kata dia.
Abd A'la menjelaskan, proses pembukaan FK secara proposal sudah mencapai 80 persen. Secara sarana prasarana baru siap 50 persen.
UINSA telah menyiapkan gedung perkuliahan, serta 26 dokter yang siap menjadi tenaga pengajar. UINSA menyiapkan gedung perkuliaham di kampus Gunung Anyar, Surabaya.
Kampus tersebut nantinya akan digunakan salah satunya untuk perkuliahan mahasiswa FK. Diperkirakan, pembangunan gedung selesai pada akhir 2018 atau awal 2019.
"Tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan kalau Fakultas Kedokteran itu apa saja yang harus ada," kata dia.
Ia mengaku mengebut proses pengajuan mendirikan FK dalam waktu 11 hari ke depan. Dalam waktu tersebut, semua persyaratan akan segera dilengkapi kemudian diajukan ke Kemenristek Dikti. Sebab, jika tidak selesai maka akan terkena aturan moratorium dari kementerian.
Terkait rumah sakit untuk praktek mahasiswa, UINSA bakal menggandeng RS Haji dan RS Islam Surabaya. "Target kami secepatnya diteken Kementerian. Ya mudah-mudahan ya tidak tahun depan atau apa kami kawal terus sampai bisa berdiri," kata dia.
Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi, mengatakan Pemprov NTB mendukung upaya UINSA dalam membuka Fakultas Kedokteran. Pemprov mendukung MoU tersebut karena memungkinkan UINSA dan Pemprov NTB melakukan berbagai kerjasama.
"Misalnya ketika sudah dibuka Fakultas Kedokteran kami ingin mengirim anak-anak NTB yang bisa diberikan beasiswa oleh Pemprov untuk mempelajari kedokteran di UINSA," ucap peraih gelar doktor Tahfidz Quran dari Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, tersebut.
Alasan lain, NTB mendukung pembukaan FK di UINSA yakni UINSA memiliki sejarah akademik yang lama. Bahkan, universitas ini dulu menjadi induk UIN Mataram.
"Kemudian sejarah pengabdian masyarakat sudah kuat, tentu banyak best practice yang bisa dimanfaatkan Pemprov NTB. Kajian-kajian tentang masyarakat. Kemudian, pengembangan masyarakat, pengembangan sumber daya manusia. Saya yakin banyak hal di UINSA yang bisa bermanfaat untuk NTB," kata dia.
Sejak Juni tahun lalu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melakukan moratorium izin program studi (prodi) kedokteran. Namun, Kemenristekdikti mencabut moratorium. Pencabutan ini hanya diberikan untuk daerah tertentu yang belum memiliki fakultas kedokteran.
Kemenristekdikti juga sudah membuat persyaratan bagi universitas yang akan mengajukan izin penyelenggaraan prodi kedokteran. Yakni, dosennya minimal 26 orang dan juga memiliki rumah sakit pendidikan atau bekerja sama.
Perguruan tinggi yang menyelenggarakan prodi kedokteran juga harus menerima 20 persen mahasiswa dari daerah zona merah atau daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Setelah lulus, para dokter harus kembali ke daerahnya karena salah satu tujuannya untuk mengisi daerah yang kekurangan dokter.