REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Keamanan pangan dalam kerangka ekonomi dan teknologi dibahas dalam second plenary session di hari kedua acara Malaysia-Indonesia International Conference on Economic, Management and Accounting, Kamis (5/10). Acara digelar di IPB International Convention Center (IICC) Bogor, Jawa Barat.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Yusman Syaukat mengatakan acara dengan tema “Food Security within the Framework of Economic and Technology” ini sangat relevan diangkat sebagai isu strategis saat ini. "Mengingat banyak sekali tantangan dalam bidang food security seperti perubahan iklim, infrastruktur dan teknologi," kata Yusman Syaukat dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (6/10).
Terkait teknologi informasi (TI), pakar TI IPB, Prof Dr Kudang Boro Seminar menyampaikan bagaimana teknologi informasi dapat menjadi solusi keamanan pangan mulai dari lahan menuju meja makan. Ia menunjukkan efektivitas teknologi informasi dalam menghasilkan mulai dari pemilihan lahan yang cocok untuk bertanam melalui pencitraan, hingga penentuan kualitas produk pertanian seperti buah dengan teknologi efek kamera. Tidak hanya itu, teknologi ini pun mampu mendeteksi adanya penyakit pada tanaman.
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Prof Dr Bustanul Arifin berbicara tentang keamanan pangan. Ia menyampaikan potensi bahaya dari makanan yang dapat menyebabkan kesehatan manusia memburuk.
Menurutnya, beberapa bahaya ini terjadi secara alami. Potensi bahaya terjadi diakibatkan adanya rantai pasok pangan yang panjang, selain itu dalam pengemasan yang kurang baik.
“Selain itu, adanya tren dalam memilih pangan dan persepsi terhadap makanan. Ibu muda saat ini cenderung membeli makanan siap saji untuk anak-anaknya daripada memasak sendiri,” ujarnya.
Narasumber lainnya adalah entrepreneur produk pertanian yang juga alumni IPB, Alfi Irfan, SE; CEO Agrisocio, Teti Sihombing; dan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Prof Dr Hermanto Siregar.