REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Halal medicine (pengobatan halal) saat ini menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia khususnya Jabar, yang mayoritas Muslim. Untuk itu, sarana prasarana yang mendukung ke pengobatan halal masih harus terus di dorong.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung (Unisba) Ieva B Akbar mengatakan, sebagai fakultas kedokteran Islam, Unisba memiliki kewajiban untuk mendorong terus terciptanya pengobatan halal di masyarakat. Saat ini, FK Unisba sudah berdiri selama 13 tahun.
"Kami telah memiliki beberapa pencapaian yang cukup membanggakan, seperti menerapkan program pembelajaran yang halal dengan meluluskan sekitar lebih dari 500 dokter," ujar Ieva usai acara sidang senat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung (FK Unisba) dalam rangka milad ke-13 di Aula Unisba, Senin (23/10).
Ieva mengatakan, dari sisi sarana infrastruktur yang ada di FK sudah sangat representatif dalam mengakomodasi kualitas layanan pendidikan. Namun, dia berharap, dalam waktu dekat, FK Unisba dapat memiliki rumah sakit sendiri untuk melengkapi berbagai keperluan dan peningkatan kualitas layanan pendidikan.
"Insya Allah targetnya tahun depan kita akan mulai membangun rumah sakit pendidikan sendiri," katanya.
Konsep dari rumah sakit Unisba tersebut, menurut Ieva, nantinya akan seperti rumah sakit biasa pada umumnya. Namun untuk tahap awal, rumah sakit tersebut bertipe c yang mampu menampung semua penyakit.
Seiring berjalannya waktu, akan berkembang menjadi rumah sakit dengan tipe B (rujukan) dan tentunya tipe A (spesialis). "Maka kita akan mendirikan rumah sakit yang dapat menampung semua penyakit umum, karena kepentingannya adalah untuk proses pembelajaran berbasis Islam," katanya.
Selain membangun rumah sakit, Unisba juga akan membangun laboratorium anatomi. Kalau semua ini sudah terbangun, semua kebutuhan fasilitas pembelajaran di Fakultas Kedokteran Unisba akan menjadi lengkap.
"Sejauh ini yayasan telah melihat beberapa kemungkinan lokasi untuk nantinya disiapkan sebagai lokasi pembangunan tersebut," katanya.
Saat ini, kata Ieva, untuk proses pembelajaran, sebelum ada rumah sakit sendiri, pihaknya telah memiliki ikatan kerja sama dengan sejumlah rumah sakit pendidikan berbasiskan islam yang berada di Kota Bandung. Kurikulum pendidikan pun, terus disempurnakan.
"Publikasi berbagai karya ilmiah penelitian dari civitas akademika kami pun semakin banyak. Bahkan, beberapa di antaranya bersertifikasi internasional karena dipresentasikan di luar negeri," katanya.
Guru Besar bidang THT bedah kepala leher Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) M Thaufiq S Boesoirie, saat memberikan orasi ilmiahnya berkenaan tentang Halal Medicine From Academic Perspektive mengatakan, penerapan Halal medicine tidak semata-mata identik dengan obat yang halal. Tetapi juga, sebagai halal medical care atau pelayanan kedokteran yang halal dan berdasarkan kaidah syariah islam, dengan acuan kembali kepada Alquran dan hadis.
"Sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk menghalalkan yang haram selama ini, yang mungkin tidak kita ketahui sebelumnya bahwa ada hal-hal yang haram dalam pelayanan kesehatan," kata Thaufiq.
Begitu juga, kata dia, para dokter yang melaksanakan tugasnya, terutama dokter muslim, harus melaksanakan peran dan tugasnya sebagai suatu rangkaian konsep pelaksanaan ibadah. Yakni, dengan menjalankan sesuatu yang halal bagi pasien-pasien yang ditangani.
Thaufiq menilai, saat ini di Jabar khususnya Kota Bandung jumlah rumah sakit berbasis islam atau yang menerapkan kaidah Islam saat melayani kesehatan para pasiennya, masih minim. Padahal, seharusnya halal medicare tersebut tak sebatas menyediakan layanan medis bagi orang yang sakit, tapi juga sisi administratif yang seharusnya berlandaskan syariah.