Selasa 31 Oct 2017 16:48 WIB

3 Kampus UIN Siap Buka Prodi Kedokteran

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Dokter melayani pasien di atas kereta yang berfungsi sebagai rumah sakit atau rail clinic di Stasiun Indihiang, Kota Tasikmalaya, Senin (27/2).
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Dokter melayani pasien di atas kereta yang berfungsi sebagai rumah sakit atau rail clinic di Stasiun Indihiang, Kota Tasikmalaya, Senin (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga kampus Islam siap membuka program studi kedokteran. Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, UIN Raden Fatah Palembang, dan UIN Syarif Kasim Riau melaporkan hal ini kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Abdul A'la mengatakan UIN Sunan Ampel Surabaya sudah memiliki persiapan matang untuk membuka progam studi kedokteran. Universitas ini sudah melakukan kerja sama dengan Rumah Sakit Siti Hajar Sidoarjo sebagai rumah sakit utama, serta Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Haji Surabaya sebagai afiliasi.

Selain itu, UIN Sunan Ampel Surabaya telah bekerja sama dengan Pemerintah NTB dan NTT. Kerja sama ini yakni memberikan beasiswa kepada mahasiswa dari kedua daerah tersebut untuk mengenyam pendidikan kedokteran di UIN Sunan Ampel Surabaya.
 
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M. Nasir mengatakan pembukaan program studi kedokteran adalah program konkret untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia di bidang kesehatan. Menurutnya, pemerintah mendorong supaya perguruan tinggi mampu menyelesaikan urusan sumber daya manusia untuk masa depan. Sebab, pemerintah ingin memanfaatkan bonus demografi agar tenaga kerja Indonesia memiliki keterampilan.
 
"(Program studi) yang diminta adalah dari kedokteran. Nah, kami evaluasi terlebih dahulu, karena moratorium sudah kami buka," ujar Nasir di Kantor Wakil Presiden, Selasa (31/10).
 
Diketahui, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah mencabut moratorium izin pendirian fakultas kedokteran yang sebelumnya diberlakukan sejak Juni 2017. Nasir mengatakan, perguruan tinggi yang akan membuka program studi kedokteran harus mempunyai rumah sakit maupun bekerja sama dengan rumah sakit yang ada di daerah tersebut. Selain itu, persyaratan lainnya yakni harus memiliki 26 tenaga pengajar yang berlatar belakang dokter preklinik, 12 tenaga pengajar dengan latar belakang dokter klinik atau dokter spesialis, dan 18 tenaga pengajar dari dokter umum yang bisa menjembatani mata kuliah umum.
 
"Ini (realisasinya) kami coba dalam tahun 2017, karena kami bergerak terus setiap saat," kata Nasir.
 
Nasir mengatakan, jumlah tenaga medis di Indonesia sebetulnya sudah cukup namun distribusinya masih menjadi masalah. Selain itu permasalahan lainnya yakni masih banyak para lulusan program studi kedokteran yang sudah selesai mengikuti pendidikan ilmu kedokteran namun belum lulus ujian kompetensi untuk mendapatkan sertifikat praktik sebagai dokter.
 
"Kami sudah mengadakan pembinaan di tiga kluster yakni pembinaan untuk Indonesia bagian barat, tengah, dan timur," ujar Nasir.
 
Sejauh ini terdapat 83 kampus yang memiliki program studi pendidikan kedokteran. Dari jumlah tersebut kampus yang mengantongi akreditasi A untuk program studi pendidikan kedokteran sebanyak 17. Nasir mengatakan kampus yang sudah mendapatkan akreditasi A ini memiliki tingkat kelulusan diatas 85 persen. Sedangkan, program studi pendidikan kedokteran yang berakreditasi C tingkat kelulusannya masih rendah yakni sekitar 30 persen, sehingga perlu dilakukan pembinaan. Menurut Nasir, jumlah program studi kedokteran yang berakreditasi C jumlahnya diatas 20.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement