REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Empat mahasiswa Departemen Teknik Infrastruktur Sipil dan Transportasi Laut Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kompetisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Civil Engineering Expo (ICEE). Pada kompetisi tersebut, keempat mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya Tim 945-WT itu mengangkat konsep pemecahan masalah perbedaan harga beras di Indonesia, khususnya Papua.
Ketua Tim 945-WT Mujaddid Maruf menjelaskan, konsep tersebut dipilih dengan latar belakang tingginya perbedaan harga beras di Provinsi Papua, yang mencapai 32 persen dibanding Pulau Jawa. "Permasalahan itu diiringi dengan permintaan beras di Provinsi Papua yang meningkat setiap tahunnya," kata Mujaddid di Surabaya, Senin (29/1).
Maka dari itu, lewat sistem yang diberi nama I-LOG, Tim 945-WT mencoba memecahkan permasalahan tersebut. Mujaddid mengaku, I-LOG ini mampu menyatukan sistem logistik, transportasi laut dan mengembangkan pelabuhan di Indonesia timur.
Tim 945-WT ITS
Untuk sistem logistik, Tim 945-WT ini membuat rute paling efektif yang diambil dari tol laut Pelni. Rute pertama, dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Sorong, kemudian dari Tanjung Perak ke Jayapura, dan terakhir dari Tanjung Perak ke Merauke.
"Pemilihan ketiga pelabuhan ini karena sudah adanya trans Papua yang menghubungkan ketiganya melalui jalur darat," ujar mahasiswa Diploma III Teknik Infrastruktur Sipil tersebut.
Tim yang mendapat juara pada kategori Call For Paper (CFP) dengan tema Inovasi Pengembangan Sistem dan Infrastruktur Transportasi Laut dalam Menunjang Sistem Logistik di Indonesia ini, juga melakukan inovasi di bidang transportasi laut. Inovasi yang dimaksud adalah membangun sebuah kapal yang optimal dengan beban berguna yang dapat diangkut sebesar 500 TEUs (twenty-foot equivalent) dan beban kapal sebesar 10 ribu DWT (deadweight tonnage).
"Kita juga memodifikasi dermaga di panjang tambatan dan perluasan depo peti kemas. Sehingga dapat ditambati oleh kapal yang direncanakan tadi," kata Mujaddid.
Saat ditanya mengapa memilih komoditas beras, Mujaddid menjelaskan, meskipun di Papua terdapat banyak sagu, namun kebanyakan penduduknya berasal dari daerah luar Papua. Artinya mereka terbiasa menjadikan beras sebagai makanan utama.
Sehingga, mengakibatkan permintaan beras menjadi tinggi dan subsidi beras belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan. Menurutnya, subsidi beras hanya mampu memenuhi sebanyak 24 persen dari total permintaan.
"Dengan cara itu, kami ingin mengurangi perbedaan harga beras dari 32 persen menjadi 6 persen," ujar Mujaddid.
Dalam kompetisi ini, tim ITS mampu mengungguli tim-tim dari ITB sebagai tuan rumah, yang harus puas menduduki juara II, III, dan IV. Dari kelima finalis yang lolos, ITS satu-satunya tim dari luar ITB, yang mendominasi dengan meloloskan empat tim.
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement