REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyerahkan segala bentuk pembinaan ataupun aturan untuk menangkal radikalisme di kampus kepada perguruan tinggi. Asalkan, semua aturan yang dirancang tidak menghambat setiap ritual peribadatan semua mahasiswa yang memiliki agama yang beragam.
"Semua harus mendapatkan layanan yang baik. Mau itu agama Islam, Katolik, Hindu, Budha atau mungkin Konghucu, pokoknya layani dengan baik. Tidak boleh ada yang merasa di diskriminasi," kata Menristekdikti Mohammad Nasir di Pusat Penelitian Iptek Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (28/2).
Sementara itu, untuk penggunaan cadar, jelas dia, juga menjadi kebijakan setiap perguruan tinggi. Sebab, menurut Nasir, kebijakan penggunaan cadar akan bergantung pada budaya di setiap perguruan tinggi.
"Cadar itu semua saya serahkan ke kampus, itu masalah budaya mereka," jelas dia.
Belum lama ini, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta melakukan pendataan dan pembinaan kepada seluruh mahasiswa, termasuk mahasiswi bercadar. Pendataan mahasiswi bercadar di UIN Sunan Kalijaga dilakukan tentang dasar-dasar negara Indonesia.
Menurut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UIN Sunan Kalijaga, Waryono, meskipun pusat pembinaan yang sama, namun mahasiswi bercadar menjadi sorotan tersendiri. Alasannya, UIN Sunan Kalijaga sempat kecolongan setelah adanya foto sekelompok perempuan bercadar di Masjid UIN Sunan Kalijaga berpose dengan spanduk identitas ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.