REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan evaluasi terhadap alumni Program Bidik Misi. Tujuannya, untuk mengetahui tingkat keberhasilan setelah mereka lulus dari perguruan tinggi tersebut.
"Kami melakukan tracer study (pelacakan) pada alumni penerima Beasiswa Bidik Misi untuk melihat apakah secara kualitas pendidikan dan ekonomi, mereka berubah menjadi lebih baik atau tidak," ujar Ketua Lembaga Kemahasiswaan ITB Sandro Mihradi, di Bandung, Jumat (16/3).
Sandro mengatakan, Program Bidik Misi yang diluncurkan pemerintah pada 2010 lalu, bertujuan untuk mengangkat masyarakat dari golongan ekonomi bawah agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan, melalui pendidikan. ITB melakukan tracer study khusus pada mahasiswa bidik misi ITB angkatan 2010 dengan tujuan melihat tingkat keberhasilan secara kualitas pendidikan serta daya ekonomi.
"Dengan parameter-parameter tertentu, didapatkan hasil bahwa mereka para alumni penerima Beasiswa Bidik Misi di ITB berhasil memperoleh penghasilan yang jauh lebih baik dan kualitas pendidikan yang lebih mumpuni," kata dia lagi.
Ia menjelaskan, jumlah responden mahasiswa bidik misi angkatan 2010 sebanyak 450 orang. Dari jumlah tersebut, pihaknya mengukur dengan parameter seperti jumlah rata-rata penghasilan, kategori lulusan, ketersesuaian pekerjaan dengan bidang studi yang diambil semasa kuliah, hingga nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
Berdasarkan kategori lulusan, sebanyak 68 persen bekerja dengan penghasilan rata-rata Rp 7,5 juta/bulan, lima persen berwirausaha dengan penghasilan sekitar Rp 9,5 juta/bulan, enam persen bekerja sambil berbisnis dengan penghasilan sekitar Rp 7,2 juta/bulan, dan sebanyak 15 persen melanjutkan studi ke pendidikan yang lebih tinggi.
"Jika melihat dari jumlah penghasilan per bulannya saja, maka Program Bidik Misi cukup berhasil. Tinggal selanjutnya, bagaimana agar alumni penerima Beasiswa Bidik Misi ini bisa memberikan dampak berkesinambungan sehingga mereka bisa membantu derajat keluarganya ke arah yang lebih baik," katanya lagi.
Ia juga menyebutkan, ada sekitar 10 persen mahasiswa bidik misi yang menggunakan sebagian dana beasiswanya untuk membantu keluarga. Hal ini, kata dia, cukup mengejutkan jika mengingat jumlah dana beasiswa hanya Rp1 juta per orang.
Sebelumnya, pemerintah memperbolehkan perguruan tinggi untuk mengambil maksimal 40 persen dana beasiswa tersebut guna membayar SPP. Akan tetapi, ITB hanya memotong sebesar Rp 50.000 , sedangkan Rp 950.000 diberikan pada mahasiswa.
Dengan jumlah tersebut, Sandro menilai bahwa dana yang didapatkan mahasiswa bidik misi kurang relevan dengan nilai kebutuhan hidup saat ini. Untuk meringankan pengeluaran mahasiswa, lembaga kemahasiswaan ITB menganggarkan sedikitnya Rp 1 miliar per tahun untuk anggaran makan mahasiswa bidik misi.
Ia pun melihat bahwa mahasiswa bidik misi jauh lebih mandiri. Hal itu didasarkan atas hasil survei bahwa 63 persen di antaranya mencari penghasilan tambahan dan tidak hanya mengandalkan dana beasiswa saja.
"Sejak 2010, Beasiswa Bidik Misi memberikan Rp 1 juta per bulan pada mahasiswa. Baru tahun 2017 lalu, naik Rp 50.000 per bulan. Jika melihat kenaikan inflasi, tentu dana tersebut tidak cukup untuk biaya keseharian. Untuk itu, kami berharap pemerintah bisa mempertimbangkan kembali besaran Beasiswa Bidik Misi, minimal sesuai dengan kenaikan inflasi," kata dia pula.