REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berani mengungkapkan pendapat di depan publik secara terbuka akan memupuk rasa percaya diri seseorang. Namun sayangnya masih banyak orang Indonesia yang enggan menyampaikan sikapnya secara spontan, sehingga tidak banyak yang trampil menjadi pembicara publik,.
Sanda Risma Panggabean, Head of Trainer Junior Chamber International (JCI) menilai hal itu terjadi karena budaya orang timur. Berbeda dengan budaya barat yang lebih terbuka dan spontan dalam menyampaikan pandangan. Hal itu masih ditambah dengan sistem pendidikan yang belum sepenuhnya mendorong seseorang untuk tampil menjadi pembicara di depan orang lain.
Menurutnya, sikap itu harus dirubah karena persaingan internasional menuntut seseorang untuk lebih berani menyampaikan gagasannya. Hal itu bisa dimulai dengan menggali potensi yang ada di dalam diri sehingga akan memupuk rasa percaya diri. "Orang muda Indonesia sebenarnya tidak kalah, tapi mereka kurang kesempatan saja," katanya disela kompetisi public speaking yang digelar di kampus Universitas Esa Unggul, Jumat (23/3).
Adanya kompetisi seperti ini menjadi sarana untuk memicu ketrampilan tersebut, sehingga apa yang diperoleh di bangku kuliah bisa dipraktekkan. "Public speaking yang penting apa yang disampaikan orang bisa memahami dengan baik dan benar," katanya.
Reza Mardian, juara kedua lomba public speaking yang diselenggarakan JCI tahun lalu mengakui ketrampilan public speaking akan meningkatkan kapasitas diri seseorang. "Menyenangkan bercerita yang didengar banyak orang, banyak manfaatnya," katanya.
Hal itu menunjang profesi Reza yang sehari harinya menjadi pelatih debat siswa keperawatan di almamaternya di Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat. Menurutnya, lomba tahun ini lebih menantang karena jumlah peserta yang lebih banyak dan tema yang menarik. "Membangun rasa percaya diri penting karena akan menunjang karier kita," kata pria yang bekerja di sebuah perusahaan konsultan ini.