REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Rektor IPB Dr Arif Satria mengatakan untuk menghadapi perubahan teknologi yang luar biasa, IPB mulai melangkah untuk mengembangkan pertanian cerdas (smart farming-red), perikanan cerdas, dan peternakan cerdas.
"Perubahan teknologi yang luar biasa saat ini, kita harus fikirkan bagaimana mentransformasi pertanian Indonesia dalam rangka menyikapi, memitigasi dampak serta adaptasi terhadap tren dari perubahan ini," kata Arif usai peresmian gedung baru perkuliahan dan pusat riset bisnis Sekolah Bisnis IPB di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (28/3).
Menurut Arif ada empat perubahan besar yang sedang terjadi saat ini selain teknologi, lingkungan, dan struktur demografi, serta pergeseran geopolitik yang menjadikan negara Asia sebagai kekuatan dunia baru yang perlu dicermati oleh semua pihak.
Ia mengatakan perubahan ini perlu direspon, baik oleh akademisi, pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat demi bangsa Indonesia ke depan, karena keempat perubahan tersebut telah menjadi sumber destruksi.
"Saya kira kita tidak bisa berdiri sendiri, kita harus mencermati perkembangan tersebut dan melakukan langkah-langkah yang sistematis baik dalam pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat," katanya.
Kondisi ini lanjutnya, kemudian mendorong IPB untuk mulai memikirkan dan sudah mulai melangkah untuk mengembangkan pertanian cerdas, perikanan cerdas, peternakan cerdas yang akan menjadi tren baru di era saat ini, termasuk komunikasi digital, bisnis digital serta ekonomi digital.
Mantan Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB ini mengatakan 20 tahun lalu belum banyak yang terfikir tentang era yang terjadi saat ini. Perubahan tersebut sudah menjadi keniscayaan yang mau tidak mau mendorong semua pihak untuk berubah, bisa merespon perubahan yang terjadi.
"IPB harus segera berubah untuk merespon itu semua, dan bisa mengawal tidak saja dalam dunia pendidikan, tetapi juga dalam lingkungan masyarakat," katanya.
Saat ini, lanjutnya IPB telah mengembangkan program IPB berbagi (Share). Yakni bagaimana keilmuan, teknogi yang dihasilkan oleh IPB dapat dibagi kepada masyarakat, pemerintah maupun pihak terkait lainnya.
Menurutnya berbagi pada pemangku kepentingan inilah yang bisa memperkuat kolaborasi antara Akademisi, Bussiness (dunia usaha), Government (pemerintah) dan community (komunitas) atau disebut ABG+c.
ABG+C ini menurut Arif dapat menjadi kekuatan luar biasa untuk merespon perubahan yang terjadi saat ini. Sebagai contoh saat ini IPB berkolaborasi dengan PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) selaku perusahaan ternak multinasional dalam bidang pengembangan dunia pendidikan, melalu kerja sama laboratorium, pembangunan clouse hause', beasiswa, serta pembangunan infrastruktur gedung perkuliahan.
"Ke depan siapa tau kita bisa mengembangkan teaching industry (industri yang dipakai untuk pendidikan)," kata doktor lulus Kagoshima University, Jepang ini.
Ia mengatakan para alumni IPB baik dari pendidikan vokasi maupun strata pertama juga harus belajar sambil praktek (hands-on) dalam bidang pertanian. Jika tidak, dengan pertanian yang sudah sangat baru ini, maka IPB akan tertinggal oleh zaman dan tidak memiliki revelansi lagi.
"Terkait relevasi dalam memperkuat posisi IPB, maka IPB harus bisa mencermati semua, dengan menggandeng berbagai pihak. Tetapi dalam mengemas proses tranformasi ini kita harus memperhatikan triple bottom line atau 3P," katanya.
Triple bottom line atau 3P (people, planet, and profit) adalah merupakan tiga pilar yang mengukur nilai kesuksesan suatu perusahaan dengan tiga kriteria yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial.
"Tidak bisa kita hanya melulu berfikir bisnis harus tumbuh, tetapi harus berfikir bagaimana masyarakat perlu sejahtera, dan lingkungan terjaga. Semua dalam rangka menjaga keberlanjutan," kata Arif.