REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Polemik tentang pembatasan pemakaian cadar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi terdengar mereda. Dialog tahap dua yang sebelumnya dijadwalkan pekan lalu, kembali urung dilakukan. Pemberitaan media juga mulai surut. Namun di luar itu semua, ternyata perwakilan organisasi masyarakat (ormas) Islam yang menentang kebijakan kampus masih berkomitmen mengawal polemik ini. Tujuan mereka tetap sama, yakni mendesak kampus mencabut pembatasan penggunaan cadar di lingkungan akademik.
Perwakilan ormas Islam, sekaligus Ketua Front Pembela Islam (FPI) Sumbar, Buya Busra Khatib Alam, menyatakan bahwa pihaknya tetap istiqamah memperjuangkan muslimah yang menjalankan keyakinannya. Ormas Islam, lanjut Buya Busra, menginginkan pertemuan dengan IAIN Bukittinggi dimediasi oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkot Bukittinggi. Dilibatkannya pemda diharapkan mampu mendorong musyawarah yang sehat dna membuat kampus melunak.
"Nah ini yang kita tunggu niat baik pemerintah memfasilitasi pertemuan," kata Buya Busra, Kamis (5/4).
Busra memandang, IAIN Bukittinggi harus menyadari bahwa banyak perguruan tinggi di Indonesia yang tidak mempermasalahkan penggunaan cadar di lingkungan akademik. Justru menurutnya, orang yang risih dengan pengenaan cadar adalah orang yang sinis terhadap ketaatan beragama.
"Secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan bahwa cadar mengakibatkan terganggunya proses belajar mengajar," katanya.