REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menilai pemerintah harus berhati-hati agar tidak ada diskriminasi antara dosen asing dengan dosen dalam negeri. Hal itu disampaikannya menanggapi informasi bahwa Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir akan menganggarkan Rp 300 miliar untuk menggaji dosen asing yang didatangkan ke Indonesia. Artinya, setiap dosen akan digaji berkisar hingga Rp 65 juta.
Abdul Fikri Faqih menilai pemerintah perlu melindungi tenaga kerja Indonesia. "Kalau grade kompetensi sama enggak boleh ada diskriminasi gara-gara dari luar negeri," jelas Abdul saat dijumpai Republika di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/4).
Abdul menilai dengan ditandatanganinya pasar bebas di kawasan Asia Tenggara, maka sudah menjadi risiko bagi sebuah negara kedatangan tenaga pengajar asing. Oleh karena itu menurutnya perlu ada perlindungan terhadap tenaga kerja dalam negeri, terutama guru dan dosen. "Jangan sampai kita mengimpor tenaga yang disini terkenal bagus, misal budaya, kita tuh jago soal budaya, tapi kalo teknologi kita datangkan dari Jepang atau Jerman itu relevan, kalau budaya nggak relevan, apalagi mendatangkan doktor atau profesor budaya dari tempat lain," jelasnya.
Politikus PKS tersebut menganggap hal yang wajar jika memberi bayaran lebih kepada seseorang yang memiliki kompetensi lebih. Oleh karena itu kompetensi ini lah yang harus diperjelas agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
"Yang diimpor harus relevan, dibuat standar kompetensi, kalau anak negeri standar kompetensi sama dengan yang impor ya dibayarnya sama," ujarnya.