REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pimpinan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi tidak mempermasalahkan rencana organisasi masyarakat (ormas) Islam yang ingin melaporkan rektorat ke kepolisian. Laporan ini terkait kebijakan kampus yang membatasi penggunaan cadar di lingkungan akademik.
Kepala Biro Administrasi Umum, Akademik, dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi Syahrul Wirda menyatakan, pihak kampus menghormati keputusan ormas untuk melanjutkan polemik ini ke ranah hukum. Meski menyayangkan langkah ormas, namun Syahrul menilai bahwa sebagai instansi yang taat hukum, IAIN Bukittinggi tetap akan mengikuti ketetapan hukum nantinya.
Syahrul mengingatkan pada ormas Islam jangan sampai polemik soal cadar ini justru membenturkan prinsip sesama umat Muslim. "Yang melaporkan umat Muslim, yang dilaporkan kampusnya umat Muslim. Yang dirugikan ya umat Muslim sendiri nantinya. Tapi sebagai negara hukum, boleh saja mereka melaporkan ke polisi," kata Syahrul, Ahad (29/4).
Syahrul juga mengatakan, pihaknya telah menemui Komnas HAM dan Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar). Senin (29/4) besok, dirinya akan hadir di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumbar untuk menerima Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP). "Nanti kami lihat dulu hasil dari Ombudsman. Apapun hasilnya, kami akan koordinasi dengan Menteri Agama," katanya.
Sebelumnya, ormas Islam dan Gerakan Nasional Penyelamat Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) Bukttinggi sepakat menempuh jalur hukum untuk menindaklanjuti kebijakan pembatasan penggunaan cadar di dalam kampus IAIN Bukittinggi.
Perwakilan ormas Islam sekaligus Ketua Front Pembela Islam (FPI) Sumbar Buya Busra Khatib Alam menyatakan bahwa kesepakatan ini telat dirembukkan oleh ulama, pimpinan ormas, dan aktivis Islam di Sumatra Barat. "Kami sudah sediakan pengacara Muslim. Dalam waktu dekat kami polisikan rektor IAIN Bukittinggi," jelas Buya Busra.
Langkah hukum ini merupakan buntut buntunya dialog yang sebelumnya sempat dilakukan antara perwakilan ormas Islam dan IAIN Bukittinggi. Pihak kampus masih kukuh menjalankan kebijakannya untuk membatasi penggunaan cadar di lingkungan akademik. Selain itu, dosen Hayati juga masih nonaktif mengajar sebagai konsekuensi atas keputusannya mengenakan cadar di kampus.
Buya Busra merinci, sejumlah poin yang melatari laporan ke polisi adalah kebijakan kampus terkait pembatasan penggunaan cadar yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan pelanggaran HAM. Menurutnya, mengenakan cadar adalah hak bagi seorang Muslimah dalam menjalankan keyakinannya.