Selasa 05 Jun 2018 14:30 WIB

Pemerintah Awasi Kampus, Dosen Al-Azhar: Sudah Berlebihan

Pemerintah seharusnya menanamkan nilai-nilai toleransi dalam menangkal radikalisme.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Teguh Firmansyah
Tim Densus 88 bersama tim Gegana Brimob Polda Riau berjaga di area penggeledahan gedung Gelanggang Mahasiswa Kampus Universitas Riau (UNRI) di Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/6).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Tim Densus 88 bersama tim Gegana Brimob Polda Riau berjaga di area penggeledahan gedung Gelanggang Mahasiswa Kampus Universitas Riau (UNRI) di Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Agus Surono, keberatan dengan bentuk pengawasan pemerintah melalui pendataan nomor handphone dan akun media sosial dosen dan mahasiswa. Pendataan dianggap perlu menyusul ancaman tumbuhnya radikalisme di kampus.

"Saya sependapat bahwa kampus harus bebas dari paham radikalisme, apalagi kegiatan yang mengarah kepada radikalisme. Namun demikian gagasan untuk mengawasi civitas akademika dengan cara mengawasi HP dan medsos menurut hemat saya terlalu berlebihan," ungkap Agus saat dihubungi Republika.co.id Selasa (5/6).

Dia menjelaskan, seharusnya pemerintah fokus menanamkan nilai-nilai toleransi dalam menangkal radikalisme di perguruan tinggi. Penanaman nilai toleransi dan Pancasila bisa diintegrasikan dalam berbagai kurikulum baik yang berbasis agama, pendidikan kewarganegaraan, maupun mata kuliah lainnya sesuai program studi, serta kegiatan non akademik. Itu semua, kata Agus, bisa lebih efektif dalam menangkal paham radikal.

Baca juga, Bagi Polri, Kampus Bukan Zona Terbatas.

Selain itu, lanjut Agus, materi-materi keagamaan yang menjelaskan tentang pesan perdamaian juga perlu disampaikan kepada mahasiswa di berbagai program studi.

"Misalnya pengalaman saya memberikan kuliah di Universitas Al Azhar Indonesia dan kampus lain, saya selalu menyampaikan Islam yang moderat, toleran dan Islam yang membawa kedamaian," ungkap Agus.

Sebelumnya, Menristekdikti Mohammad Nasir mengungkapkan, akan melakukan pengawasan kepada para dosen dan mahasiswa menyusul maraknya temuan radikalisme di kampus. Salah satu pengawasan yang akan dilakukan yaitu dengan mendata nomor handphone (HP) dan akun media sosial milik dosen dan mahasiswa.

"Kami lakukan pendataan. Dosen harus mencatat nomor HP yang dimiliki. Mahasiswa medsosnya dicatat. Tujuannya agar mengetahui lalu lintas komunikasi mereka itu seperti apa dan dengan siapa," ungkap Nasir di hotel Fairmont Jakarta, Senin (4/6).

Dia mengatakan, pendataan tersebut bukan bermaksud untuk merenggut hak privasi dosen, mahasiswa dan semua sivitas kampus. Namun, pengawasan tersebut dilakukan demi terwujudnya kampus yang steril, bersih dan aman dari segala bentuk paham radikal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement