REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-dikti) tengah mengkaji aturan baru untuk mencegah paham radikalisme di lingkup perguruan tinggi. Hal ini berkaitan dengan semakin masifnya penyebaran paham tersebut di lembaga pendidikan tersebut.
Aturan ini nantinya akan menitikberatkan pada apa yang harus dilakukan pihak perguruan tinggi kepada mahasiswa dan lingkungan di setiap kampus. Sehingga apa yang dijalankan dan ada di pergurua tinggi tidak mengarah pada paham radikalisme yang bisa merusak persatuan dan kesatuan negara.
"Regulasi itu (kalau) diperlukan, akan kita buat. Tapi ini masih dalam kajian Kemenristek-dikti," ujar Jokowi, Kamis (7/6).
Jika aturan ini dibuat pun pemerintah sudah pasti tidak akan mengekang kebebasan mahasiswa dalam berakademik. Sebab tidak ada hubungannya antara kebebasan akademik, kebebasan berserikat, dengan proses pencegahan radikalisme
"Ini adalah proses dalam rangka eksistensi negara kita ini, bukan yang lain-lainnya," tegas Jokowi.
Jokowi menjelaskan, paham radikal tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan melalui proses lama sehingga tidak mendadak atau ujug-ujug datang begitu saja. Untuk itu proses deradikalisasi terus dikerjakan oleh pemerintah dari berbagai Kementerian dan Lembaga. Baik TNI, Polri, dan Badan Nasional Pencegah Terorisme (BNPt) pencegahan ini dijalankan dengan berbagai program yang disampaikan ke seluruh elemen masyarakat.
Dari data yang dihimpun pemerintah angka masyarakat yang terpapar paham radikalisme sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk mengantisipasi penyebaran ini semakin meluas maka proses pencegahan menjadi hal yang lebih baik dari pada pemerintah harus menyelesaikan problematikan ketika aksi radikal sudah terjadi.