Kamis 07 Jun 2018 13:42 WIB

Menristek akan Kumpulkan Rektor PTN untuk Bahas Radikalisme

Pertemuan ini akan dilakukan pada 25 Juni 2018 mendatang.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir
Foto: Republika/Eric Iskandarsjah
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir akan memanggil seluruh rektor perguruan tinggi negeri (PTN) untuk menyikapi dan menindaklanjuti penyebaran radikalisme di sejumlah kampus. Adapun pertemuan ini akan dilakukan pada 25 Juni 2018 mendatang.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan, terdapat tujuh PTN yang diduga sebagai persemaian bibit radikalisme. Tujuh kampus itu adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB). Nasir menegaskan bahwa daftar tersebut masih berupa dugaan dan harus ditelusuri kebenarannya.

"Ini hanya dugaan, saya minta ditindaklanjuti, saya sudah koordinasi saya minta untuk siapa saja yang terlibat didalamnya, kampus-kampus ini akan diverifikasi," ujar Nasir di Hotel Bidakara, Kamis (7/6).

 

(Baca: Rektor USU: Tidak Ada Tempat Bagi Radikalisme)

Nasir mengatakan, tujuh PTN yang diduga sebagai tempat persemaian bibit radikalisme tersebut belum terbukti. Adapun, data yang disampaikan oleh BNPT merupakan hasil dari penelitian.

"Belum (terbukti), ini persepsi, riset dari penelitian yang menyampaikan tujuh PTN ini," kata Nasir.

Di sisi lain, beberapa waktu lalu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dinonaktifkan dari jabatannya setelah dia bicara soal khilafah dan dituding pro organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Suteki telah menghadapi sidang kode etik atas dugaan keterkaitannya dalam HTI, sehingga pihak kampus memberhentikannya sementara dari jabatan Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum, Ketua Senat Fakultas Hukum, dan Anggota Senat Akademik.

Terkait hal tersebut, Nasir meminta agar rektor Undip dapat meninjau dan menelusuri perilaku Suteki selama mengajar di kampus. Apabila Suteki terbukti berafiliasi dengan HTI maka dia akan diberhentikan permanen dari jabatannya.

"Semua yang berafiliasi dengan HTI saya suruh hentikan, karena dianggap sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah," kata Nasir.

Pegawai Negeri Sipil yang terindikasi terlibat dalam organisasi kemasyarakatan atau gerakan Anti-Pancasila bisa dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Sanksi itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Dalam Pasal 5 PP 53/2010, disebutkan bahwa PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4, dijatuhi hukuman disiplin. Pasal 3 ayat (3) PP 53/2010 menyatakan setiap PNS wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah.

Jenis hukuman bagi PNS yang melanggar disiplin berat diatur dalam Pasal 7 ayat (4), yakni mulai dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; pembebasan dari jabatan; pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan, pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement