REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung (Unisba) menggelar Annual Meeting bekerja sama dengan Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI), selama tiga hari (25-27 Juli) 2018. Pertemuan rutin tahunan FOKI ini, diikuti 77 delegasi dari 22 Perguruan Tinggi di Indonesia dan dua orang delegasi dari Malaysia.
Dekan Fakultas Kedokteran Unisba Prof Dr Ieva B Akbar, dr AIF, mengatakan, pertemuan ini digelar sebagai momentum yang tepat bagi seluruh anggota FOKI untuk saling bertukar pikiran. Khususnya, dalam menyempurnakan kurikulum syariah Islam.
Walaupun sebetulnya, ucap dia, setiap Fakultas Kedokteran yang berbasis Islam memang sudah memiliki kurikulum syariah. “Kita juga sudah menyiapkan mahasiswa untuk bisa bekerja di Rumah Sakit Syariah, tapi mungkin masih ada kekurangan yang harus dibenahi,” ujar Ieva kepada wartawan, Jumat (27/7).
Ieva menjelaskan, pertemuan FOKI kali ini akan membahas mengenai Academic Help System yang dimotori oleh Islamic Help Center. Melalui program tersebut Fakultas Kedokteran akan menjalin kerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan berbasis Islam dalam bidang pelayanan kesehatan.
“Dalam bidang pelayanan kesehatan kita akan sesuai dengan program pemerintah. Untuk dokter umum akan berada di level primer, spesialis untuk level sekunder, dan untuk subspesiali berada pada level tersier,” katanya.
Menurutnya, jika Islamic Help Center berjalan baik, maka Islam akan lebih eksis dan dikenal sebagai agama rahmatan lilalamin pada tingkat global. Apalagi, memasuki era revolusi industri 4.0 dengan berbagai perubahan/disruption menjadi tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi perguruan tinggi, khususnya FK Unisba.
“Karenanya, mari kita bersama bahu membahu bersinergi untuk kepentingan umat khususnya dalam bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan,” kata Ieva.
Ieva menilai, dalam menyatukan kebersamaan ini perlu dilandasi syariat Islam yang jelas kebenarannya. Hal itu, merupakan realisasi kepatuhan kita kepada sang pencipta Allah SWT. Sesuai dengan tema pada FOKI annual meeting 2018 : “Strengthening The Collaboration on Medical Education and Health Sciences Research for Sustainable Development”, pertemuan FOKI ini merupakan penguatan Kolaborasi di bidang pendidikan dan penelitian kesehatan dengan teknologi sains.
“Semoga pertemuan ini menjadi potensi dalam meningkatkan syariat Islam sebagai agama rahmatan lil alamiin," katanya.
Sementara Rektor Unisba, Prof Dr H Edi Setiadi SH MH, mengatakan, para dokter hendaknya lebih mengedepankan masalah etik dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena, jalur hukum merupakan solusi terakhir untuk menyelesaikan konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
Edi menyarankan, apabila terjadi sengketa antara praktek kedokteran dengan pasien maka harus diselesaikan dengan etik terlebih dahulu. Karena, masalah patut dan tidak patutnya perbuatan sebenarnya bisa diputuskan terlebih dahulu oleh dewan etik.
"Hukum adalah solusi terakhir untuk menyelesaikan konflik dalam kehidupan bermasyarakat,” katanya.
Menurut Edi, tindakan kedokteran merupakan suatu tindakan yang penuh risiko yang memang tidak diprediksi sebelumnya atau karena tindakan yang salah dari dokter. Dengan demikian, apabila terjadi benturan kepentingan antara keduanya maka aspek kode etik dan aspek hukum akan tersangkut di dalamnya.
“Apabila tidak ada penyelesaian secara damai maka akan terjadi tuntutan pertanggungjawaban dan ganti kerugian,” katanya.
Rektor Unisba yang juga ahli hukum pidana ini mengatakan, pengaduan masyarakat terhadap dokter atau tenaga medis yang dituduh melakukan malpraktik atau unprofessional conduct diperlukan suatu penanganan yang adil dan hati-hati. Hal ini mengingat dapat saja yang terjadi dalam pelayanan kesehatan tersebut bukan malpraktik atau unprofessional conduct akan tetapi hanya merupakan kekeliruan padahal tuntutan yang dilakukan adalah tuntutan pidana.
“Kehati-hatian ini perlu mengingat keterbatasan hukum pidana dalam menangani gejolak yang terjadi di dalam masyarakat,” katanya.
Rektor menilai, fenomena yang terjadi saat ini, banyak menunjukkan adanya kecenderungan dokter dan pasien untuk menyelesaikan sengketa ke ranah hukum. Padahal, seharusnya keduabelah pihak bersikap arif agar permasalahan yang timbul mungkin masih bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Terkait dengan hal tersebut, kata dia, maka Unisba merasa perlu menghasilkan dokter-dokter yang mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak melanggar etik. Karenanya, untuk menciptakan lulusan yang berakhlakul kharimah merupakan salah satu tujuan utama berdirinya Fakultas Kedoteran berlabel Islam.
Namun pada praktiknya, tidak semua dokter yang memiliki latar belakang dari Universitas Islam dapat mengimplementasikan hal tersebut, sehingga perlu adanya evaluasi dan reorientasi kurikulum yang sudah ada.
Menurut Edi, selain bergantung pada kurikulum, Fakultas perlu menanamkan nilai-nilai keislaman pada mahasiswa dalam berbagai pertemuan, baik itu di dalam atau pun di luar kelas. “Jangan hanya cukup mengatakan sudah diajarkan di kurikulum. Tapi harus ada penekanan yang lebih lagi," katanya.
Edi mengatakan, jika Unisba berhasil menghasilkan lulusan yang berakhlaqul kharimah, maka hal itu bisa ditularkan ke Univeritas lain, minimal sesama anggota FOKI.
Saat ini, kata dia, terdapat beberapa aspek yang perlu ditekankan kepada mahasiswa untuk menghadapi dunia kedokteran yang semakin maju. Pertama Tauhid, semakin maju pengetahuan terkadang menyebabkan manusia lupa dengan sang pencipta sehingga.
Kemudian, ibadah yakni melaksanakan praktik kedokteran harus dilandasi dengan niat ibadah agar pekerjaan tersebut membawa kemaslahatan bagi umat. Jika kita meniatkan pekerjaan dengan ibadah maka akan ada dua manfaat yang kita peroleh yaitu nilai ibadah dan kemanusiaan.
"Ini yang harus ditekankan kepada para lulusan dan mahasiswa bahwa profesi dokter akan bersinggungan dengan Habluminallah dan Habluminanas,” katanya.