Selasa 14 Aug 2018 21:48 WIB

Ketua MUI Sumbar Resmi Mundur sebagai Dosen IAIN Bukittinggi

Ia merasa tak sejalan dengan kebijakan surat edaran tentang larangan mengenakan cadar

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Kegiatan kemahasiswaan di IAIN Bukittinggi tetap berjalan seperti biasa, meski polemik tentang pembatasan cadar masih bergulir.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Kegiatan kemahasiswaan di IAIN Bukittinggi tetap berjalan seperti biasa, meski polemik tentang pembatasan cadar masih bergulir.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Buya Gusrizal Gazahar resmi nonaktif sebagai dosen ushul fiqih di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatra Barat per 1 Agustus 2018. Pengunduran diri Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat tersebut dikabulkan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Agama nomor B.II/3/P/19486 tertanggal 17 Juli 2018. Artinya, saat ini Buya Gusrizal bukan lagi berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pengunduran diri Buya Gusrizal sebetulnya sudah diajukan sejak Maret 2018 lalu saat polemik pembatasan cadar di lingkungan akademik IAIN Bukittinggi pertama kali mencuat ke publik. Ia merasa tak sejalan dengan langkah kampus yang menerbitkan surat edaran tentang larangan mengenakan cadar saat mengemban tugas akademik di kampus. Setelah berbulan-bulan menunggu, akhirnya permohonannya untuk berhenti sebagai PNS diterima.

Buya Gusrizal menyebutkan, mundurnya dirinya sebagai PNS menegaskan niatnya untuk tetap berada di tengah umat dan jamaah untuk memperjuangkan agama dan dakwah. Buya Gusrizal juga meminta masyarakat tak lagi mengkaitkan dirinya dengan IAIN Bukittinggi.

"Selanjutnya, saya akan membina surau yang dibangun oleh jamaah untuk pusat kegiatan dakwah. Surau kami di Bukittinggi," jelas Buya Gusrizal saat ditanya soal aktivitasnya setelah tak lagi menjadi dosen, Selasa (14/8).

(Baca: Kasus 'Cadar' IAIN Bukittinggi Dilimpahkan ke Ombudsman RI)

Buya Guzrizal memang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di IAIN Bukittinggi sebagai dosen ushul fiqih di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Maret 2018 lalu, ia menyebut pengunduran dirinya sebagai sikap atas tidak sejalannya kebijakan yang diambil kampus soal pelarangan cadar di lingkungan akademik, dengan pandangan yang ia miliki. Buya Gusrizal menyebutkan, ia sudah berupaya untuk memberikan masukan terkait kebijakan soal pembatasan cadar.

Namun pendekatan yang ia lakukan dengan rektorat IAIN Bukittinggi tak membuahkan hasil. Buya Gusrizal mengaku heran, sesuatu yang halal dalam syariat Islam justru dilarang tanpa alasan yang logis baginya.

"Bagaimana saya mempertanggungjawabkannya kelak di hadapan Allah SWT? Saya memikul amanah sebagai Ketua MUI di Sumatera Barat. Sudah saya kritisi dari dalam dan luar tapi respons mereka demikian," jelas Buya Gusrizal saat itu.

Sebagai informasi, polemik cadar di IAIN Bukittinggi belum rampung hingga saat ini. Pihak kampus masih kukuh membatasi penggunaan cadar di lingkungan akademik. Dosen Hayati Syafri yang semester lalu diliburkan dari kegiatan mengajar, terancam kembali tak bisa mengajar pada semester depan. Alasannya, karena Hayati masih tetap ingin mengenakn cadar saat mengajar. Sementara pihak kampus berdalih, kebijakan soal cadar diserahkan kepada Kementerian Agama.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement