REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pendidikan jarak jauh sampai saat ini masih dipersepsikan sebagai pilihan kelas dua. Padahal, pendidikan jarak jauh dinilai sebagai salah satu modal penting perguruan tinggi bertahan di masa mendatang.
Sebagian besar mahasiswa-mahasiswa di Indonesia sebagai negara berkembang memang belum banyak yang biasa belajar mandiri. Hal itu membuat pembelajaran jarak jauh belum membudaya di Indonesia.
Namun, Universitas Terbuka (UT) mendapat dukungan pemerintah. Sehingga, seiring revolusi industri 4.0, UT berperan meningkatkan angka partisipasi kasar perguruan tinggi yang kini 31,5 menjadi 40 persen pada 2022.
Caranya, dengan memastikan pendidikan jarak jauh, terutama pembelajaran dalam jaringan. Artinya, UT ditugaskan berbagi informasi dan pengalaman ke PTN/PTS agar memiliki kapasitas yang sama dengan UT dalam pendidikan jarak jauh.
Demikian diungkapkan Rektor UT Ojat Darojat dalam Sosialisasi Pembelajaran Daring di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Ia mengatakan, interaksi akademik di ruang kuliah sudah tidak lagi memadai.
"Tren semula adalah pembelajaran tatap muka, lalu bergeser kepada gabungan antara tatap muka dan virtual, yang akhirnya berujung kepada pembelajaran virtual," kata Ojat melalui rilis yang diterima Republika, Selasa (21/8).
Hal itu berimbas kepada meningkatnya angka partisipasi, peningkatan intensitas, dan kualitas interaksi secara lebih terbuka dan leluasa. Serta, peningkatan keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Ojat, kualitas tetap harus diutamakan dalam pembelajaran jarak jauh. Karenanya, terkait penyiapan dosen-dosen, infrastruktur yang ada harus pula disiapkan dengan baik.
Masalah utama dalam sistem pembelajaran daring tidak lain penyiapan acces point, serta literasi komputer dan internet yang harus ditingkatkan. Untuk itu, pembelajaran daring harus melihat realitas di lapangan.
Senada, Rektor UNY Sutrisna Wibawa menekankan, UNY sendiri akan merintis mata kuliah daring dengan sistem gabungan. Yaitu, antara tatap muka dan daring pada mata kuliah bukan praktek.
"Dengan blended learning kuliah menjadi efisien, sehingga tidak banyak ruang kuliah melainkan ruang praktek," ujar Sutrisna.
Ia merasa, diberikannya izin kepada perguruan tinggi asing untuk membuka perkuliahan di Indonesia, tentu akan membawa sistem daring tersebut. Sutrisna berharap, kehadiran e-learning dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.