Jumat 24 Aug 2018 14:07 WIB

Kepala BPPT Sepakat Usulan Habibie agar BPPT Masuk Kabinet

Suara BPPT kerap tidak didengar dan diperhatikan oleh pemerintah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Kepala BPPT Unggul Priyanto saat di wawancarai oleh beberapa media di Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Kepala BPPT Unggul Priyanto saat di wawancarai oleh beberapa media di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keinginan Presiden RI ketiga BJ Habibie agar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) masuk dalam kabinet kerja dinilai sebagai suatu hal yang tepat. Karena menurut Kepala BPPT Unggul Priyanto, dengan status BPPT yang hanya sebagai Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) suara BPPT kerap tidak didengar dan diperhatikan oleh pemerintah.

Dia juga menilai, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang selama ini mengoordinasi BPPT lebih banyak mengurusi pendidikan tinggi saja. Sementara problem riset hanya sebagian kecil bahkan hampir tidak pernah berbicara masalah teknologi.

"Padahal penguasaan teknologi baru berhasil kalau menyentuh ke industri karena teknologi dan industri adalah dua sisi mata uang yang sama," ungkap Unggul saat dihubungi Republika, Jumat (24/8).

Unggul menjelaskan, masalah teknologi seperti yang dijelaskan pak Habibie adalah bagaimana agar teknologi bisa membantu pembangunan nasional. Misalnya, ketika pemerintah hendak mengembangkan Industri 4.0 apakah hal itu sudah melalui kajian yang matang dan dilakukan oleh institusi negara atau belum.

Kemudian, saat ini pemerintah juga memerlukan pertumbuhan ekonomi tinggi yang kaitannya erat dengan industrialisasi. Mengingat, kata dia, selama ini impor migas telah menyebabkan defisit neraca perdagangan.

"Untuk kesitu perlu ada 3 faktor yang paling perlu dibenahi yaitu efisiensi tenaga kerja yang terkait dengan pendidikan, inovasi dan technology readyness level apa yg perlu dilakukan dan lain-lain. Nah semua itu diperlukan lembaga seperti BPPT," tegas Unggul.

Ada beberapa opsi yang disarankan Unggul, terkait usulan BPPT masuk ke dalam kabinet kerja. Pertama, Pendidikan Tinggi kembali dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan BPPT bisa digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi.

"Opsi kedua, Teknologi digabung dengan Perindustrian jadi Perintek/Ka BPPT, Perindustrian-Teknologi/Ka BPPT. Ini pendapat saya," kata Unggul.

Sebelumnya, Mantan Presiden RI BJ Habibie menginginkan BPPT masuk dalam kabinet pemerintahan. Hal ini agar dapat menyampaikan dan menerima informasi secara langsung dalam rangka berpartisipasi meningkatkan daya saing, kemandirian dan kemajuan bangsa Indonesia.

"Bagaimana BPPT mau tahu permasalahannya kalau dia dengar tidak langsung, dia bukan anggota kabinet," kata Habibie usai bedah buku BPPT: Gelombang Transformasi Teknologi Nasional dalam merayakan ulang tahun ke-40 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Kamis (23/8).

Menurut dia, selama BPPT bukan anggota kabinet, permasalahan yang ada di BPPT hanya mendapat 'second hand'. Habibie mengatakan jika kembali ke menteri riset dan teknologi tanpa digandeng ke pendidikan tinggi, maka dapat mengkoordinasikan semua yang ada di departemen-departemen masing-masing mengenai masalah yang dihadapi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement