REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Isu pangan di Indonesia saat ini masih menghadapi banyak tantangan dalam usahanya memenuhi target ketahanan pangan. Kriteria dari ketahanan pangan sendiri adalah adanya pemenuhan ketersediaan dan kecukupan pangan setiap individu di tanah air untuk menjamin berlangsung dan berkembangnya kehidupan yang normal.
Hal tersebut disampaikan oleh mantan Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu, Anton Apriyantono, dalam Pidato Milad Fakultas Pertanian (FP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ke-34, Sabtu (1/9), di Gedung AR Fachrudin A kampus terpadu. Dalam pidato dengan tema 'Strategi Ketahanan Pangan Nasional Menghadapi Revolusi Industri 4.0', menteri pertanian periode 2004-2009 tersebut menyampaikan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Indonesia.
Pertama, adalah masalah lahan pertanian yang menyusut, Indonesia memang luas namun ingat 2/3 wilayah kita adalah lautan. Kemudian dalam 1/3 wilayah yang tersisa, luasnya sekitar 190 juta hektare, hanya tersedia 45 juta hektare lahan pertanian. “Kedua jika dibagi dengan pertumbuhan dan jumlah penduduk, ternyata memang ada keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ini juga kemudian didukung dengan produktivitas yang rendah terhadap pangan utama kita," jelasnya.
Anton juga memberikan tanggapan terhadap munculnya permintaan swasembada pangan karena ada banyak jenis pangan yang dikonsumsi rakyat Indonesia. Namun, tidak semua ada dan bisa diproduksi di Indonesia, misalnya saja gandum yang jadi bahan pokok dari berbagai produk pangan, memang bisa tumbuh di Indonesia tapi susah untuk memenuhi permintaan domestik.
“Karena memang banyak masalah dalam pembudidayaannya mulai iklim hingga lahan, ini juga terjadi untuk kedelai dan jagung. Impor kemudian jadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan ini," ujarnya.
Menurutnya yang perlu dilakukan adalah lebih fokus pada produk pangan yang memang menjadi potensi Indonesia. Ia menilai, Indonesia merupakan penghasil nomor satu untuk minyak sawit, kedua untuk karet, ketiga untuk kokoa, nomor satu untuk vanili, pemasok 90 persen dari minyak nilam dunia, dan penghasil utama berbagai rempah.
“Seharusnya kita lebih fokus ke dalam hal tersebut dan juga pada produksi pangan pokok utama rakyat," ujar Anton. Untuk mencapai ketahanan pangan, Anton pun menyebutkan ada beberapa strategi yang dapat dilakukan.
Ia menilai, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, pertama adalah pembenahan produksi yang dimulai dari cukupnya lahan pertanian, teknik budi daya, sampai kebijakan yang menunjang termasuk dengan memberikan subsidi untuk isu terkait. “Selanjutnya adalah pada konsumsi, kita harus memperbaiki mindset kita yang biasanya 'kalau belum makan nasi belum makan',” kata dia.
Dikatakan, pola konsumsi harus di-diversivikasi karena sebenarnya ada banyak jenis pangan utama selain nasi atau gandum untuk rakyat. Kemudian, lanjutnya, terakhir adalah aspek distribusi yang harus menjangkau seluruh penduduk dimanapun mereka berada. Untuk itu ia berharap harus ada transportasi dan juga pusat distribusi yang memadai.