Selasa 11 Sep 2018 12:15 WIB

Limbah Onggok Bisa Diolah Jadi Panel Akustik

Gagasan berawal dari banyaknya limbah onggok di industri pengolahan tepung.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pohon Aren.
Foto: Humas Balitbangtan.
Pohon Aren.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil memanfaatkan limbah onggok hasil pengolahan tepung dari pohon aren yang biasanya terbuang. Mereka sukses mengubahnya menjadi panel akustik.

Ide kreatif mengolah limbah onggok ini berhasil mengantarkan Ardhi Kamal Haq dan Muhammad Dwiki Destian Susilo menjadi finalis 7th International Green Brain Paper Competition.

Gelaran itu dihelat Middle East Technical University Northern Cyprus Campus. Keduanya akan mempresentasikan karyanya kepada babak final kompetisi itu pada 3-6 Oktober 2018 di Cyprus.

Dwiki menjelaskan, gagasan mengolah limbah onggok berawal dari keprihatinan mereka terhadap banyaknya limbah onggok yang dihasilkan industri pengolahan tepung dari pohon aren.

Bahkan, jumlahnya telah melebihi batas standar acuan yang telah ditetapkan pemerintah. Salah satunya seperti pada UMKM yang ada di Dusun Bendo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. "Di mana setiap industri menghasilkan sekitar 600-700 kilogram limbah onggok per harinya," kata Dwiki, Senin (10/9).

Ia menerangkan, limbah dalam jumlah yang cukup besar itu akan menimbulkan pencemaran lingkungan jika dibiarkan begitu saja. Limbah bisa menyebabkan kebutuhan oksiten biologis.

Terutama, untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme dan kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air. Sehingga, air yang ada di sekitar industri meningkat.

Jumlahnya mencapai 2.222 miligram per liter, dan 5.721,5 miligram per liter dalam proses pengendapan. Bahkan, menurun hingga 1.806 miligram per liter serta 4.231 miligram per liter setelah klorinasi.

Sungai murni yang belum tercemar sendiri memiliki nilai Biological Oxygen Demand (BOD) di bawah satu miligram per liter. Sedangkan, sungai yang tercemar limbah memiliki batas BOD 2-8 miligram per liter.

"Sedangkan, sungai yang memiliki BOD di atas delapan miligram per liter, harus dilakukan penanggulangan khusus," ujar Dwiki.

Prihatin terhadap kondisi itu, kedua mahasiswa Departemen Fisika FMIPA ini turut memuter otak dan membuat terobosan baru. Tujuannya, mengurangi nilai BPD dan COD di sekitar UMKM Dusun Bendo.

Limbah onggok mereka olah dengan sejumlah variasi hingga jadi panel akustik (peredam suara). Panel itu selanjutnya diuji dengan metode akustik untuk mengetahui koefisien serapannya. Hasilnya, panel akustik dari limbah onggok aren ini dapat diperoleh hasil maksimum. Tentunya, jika dilakukan metode pembakaran ditabah dengan cat khusus untuk memperbesar redaman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement