REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta melakukan reorientasi kurikulum berbasis penguatan softskill dan kompetisi mahasiswa. Semua itu dilakukan demi menghadapi revolusi industri 4.0.
Hal itu disampaikan Dekan Fakultas Farmasi UGM, Agung Endro, saat menyampaikan Laporan Dekan Fakultas Farmasi UGM Tahun 2018 dalam Rapat Senat Terbuka Dies Natalis ke-72 Fakultas Farmasi UGM.
Ia menerangkan, tahun lalu, Fakultas Farmasi memberlakukan kurikulum berbasis Outcome based Education (OBE) pada kurikulum Prodi S1. Integrasinya keigatan ekstrakurikuler, peningkatan softskill, dan interprofesional education.
"Tahun ini semua prodi di Fakultas Farmasi telah mulai menerapkan OBE kepada sistem pembelajarannya," kata Agung.
Selain itu, pihaknya terus mengembangkan diri melalui literasi teknologi dan literasi data. Tujuannya, mengikuti tantangan di era revoluasi industri 4.0.
Agung melaporkan, pada bidang pendidikan, saat ini tengah menyiapkan diri menghadapi sertifikasi Asean University Network untuk Prodi Magister Farmasi Klinik dan akreditasi ASIIIN untuk Prodi S1.
Guna mendukung visi misi UGM menjadi universtias riset bertaraf internasional, Fakultas Farmasi memiliki strategi mengembangkan budaya riset. Orientasinya, untuk menunjang publikasi internasional.
Lalu, untuk perolehan paten, pengembangan teknologi tepat guna, pengembangan produk kefarmasian dan penerapan hasil penelitian untuk pengabdian masyarakat. Melalui pemanfaatan sumber pendanaan, atmosfer penelitian semakin meningkat.
Untuk kerja sama, Fakultas Farmasi saat ini memiliki 13 kerja sama yang dilakukan dengan institusi luar negeri. Mulai mobilitas dosen, staf, dan mahasiswa untuk mengikuti kegiatan riset, seminar, dan lokakarya.
Sat ini, Fakultas Farmasi masih terus dan berkomitmen untuk konsisten mengejar mimpi dan cita-cita yang belum diperoleh. Dengan kerja sama, Agung meyakini Fakultas Farmasi semakin unggul.
"Dan berprestasi serta selalu jaya mengabdikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan bangsa," ujar Agung.
Pada kesempatan itu, Dirjen SDID Kemenristek Dikti, Ali Ghufron, memaparkan pidato ilmiah berjudul Arah dan Model Pendidikan Kefarmasiandi Era Revolusi Industri 4.0.
Ghufron menekankan, pendidikan kefarmasian harus berinovasi di tengah era revolusi industri. Inovasi yang dilakukan harus memperhatikan karakteristik dan kecenderungan masyarakat.
Menghadapi perubahan, Fakultas Farmasi dan pendidikan tinggi seharusnya mengembangkan Massive Open Online Course. Kemenristek Dikt telah menginisiasi sistem pembelajaran daring SIDA, IREN, dan Cyber Institute of Indonesia.
"Hanya Fakultas Farmasi yang responsif dan antisipatif yang terus dapat eksis dan kontributif," kata Ghufron.