REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menilai peraturan dan syarat merger (penggabungan) masih mempersulit perguruan tinggi swasta (PTS). Bahkan kompensasi yang dijanjikan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikannya Tinggi (Kemenristekdikti) bagi PTS yang mau dimerger tidak terealisasi.
"Peningkatan akreditasi (karena merger) itu hoaks, menteri ngomong tapi bukti tidak ada," kata Ketua Umum APTISI Budi Djatmiko saat dihubungi Republika, Ahad (14/10).
Kemenristekdikti memang telah menyiapkan kompensasi dan intensif bagi perguruan tinggi swasta (PTS) yang mau digabung (merger). Kompensasi yang akan diberikan yaitu peningkatan akreditasi, diberi kemudahan menambah prodi, dan diperbolehkannya pendirian kampus tidak satu hamparan.
Kendati begitu menurut Budi, semua kompensasi itu tidak pernah terealisas dan pada kenyataannya Kemenristekdikti masih mempersulit semua proses merger. Misalnya terkait proses penambahan prodi, lanjut dia, untuk menambah prodi salah satu syarat yang mesti dipenuhi yaitu memiliki enam dosen untuk satu prodi.
Dan itu pun berlaku bagi PTS yang mau merger. Padahal, kata dia, harusnya kompensasi itu berlaku sehingg syarat dosen minimal bagi PTS yang merger tidak sama dengan PTS yang tidak merger.
"Jika syarat dosen tetap 6, PTS/yayasan dan persyaratan yang kurang dapat dilengkapi. Tetapi jika syarat dosen dalam pendirian minimal 3 atau 4 dosen, maka cukup 3 tahun waktu untuk melengkapinya," kata Budi.
Budi juga menampik, alasan beda yayasan sebagai kendala utama dari minimnya minat PTS untuk merger. Karena menurut Budi, banyak yayasan yang sudah mengajukan ijin merger namun tidak keluar.
"Yayasan ditanya dong kenapa beda kepntingan? Yang ada adalah banyak yayasan sudah mengeluarkan uang banyak untuk membayar dosen sambil menunggu ijin bertahun-tahun, tidak keluar," jelas dia.
Karenanya, tegas Budi, jika pemerintah belum benar-benar mempermudah syarat merger maka target untuk menggabungkan seribu PTS hingga tahun 2019 itu hanya khayalan semata.
Sebelumnya diberitakan, target penggabungan (merger) 200 perguruan tinggi swasta (PTS) kecil pada tahun ini nampaknya tidak berjalan mulus. Pasalnya, per Oktober ini baru sekitar 100 PTS yang berhasil dimerger.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengakui, proses penggabungan PTS kecil yang dinaungi oleh yayasan berbeda sangat sulit karena masing-masing yayasan memiliki kepentingan. Untuk 100 PTS yang sudah dimerger saja, kata dia, mayoritas adalah PTS yang bernaung pada satu yayasan yang sama.
"Merger ini sudah berjalan dengan baik tapi memang nampaknya belum signifikan, baru 100 (PTS), padahal target saya itu di angka 200," ungkap Nasir saat dihubungi oleh Republika.co.id, kemarin.