REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Prof Arief Rachman meminta agar penyeleksian calon mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) tidak lagi terfokus pada sekolah favorit atau tidak favorit. Menurut dia, penyeleksian harus dilakukan secara komprehensif dan lebih menekankan pada aspek kreativitas siswa.
"Sekarang bukan masalah favorit atau non favorit. Tapi bagaimana PTN itu menjaring calon mahasiswa yang nantinya mampu menyerap ilmu pengetahuan dengan baik selama proses perkuliahan," kata Arief yang juga menjabat Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO saat dihubungi Republika, Rabu (24/10).
Arief menyampaikan, ada tiga kewajiban utama mahasiswa di kampus atau biasa disebut tridarma perguruan tinggi. Yakni mendalami ilmu pengetahuan, melakukan peneletian dan melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Karena itu dia berharap, seleksi yang ada saat ini baik SNMPTN, SBMPTN ataupun selekek mandiri bisa betul-betul menjaring calon mahasiswa yang mampu merealisasikan tridarma perguruan tinggi dengan sungguh-sungguh.
"Jadi bagaimana agar tidak malah mencetak sarjana-sarjana palsu, yang hanya ingin gelar tapi tidak berkontribusi," tegas Arief.
(Baca: SNMPTN Berbasis Akreditasi Dinilai Perlu Dievaluasi)
Sementara itu Rektor Universitas Pertamina yang pernah menjadi Ketua Panitia Pusat SNMPTN Prof Akhmaloka berpendapat, jalur undangan atau SNMPTN lebih mencerminkan prestasi dan kemampuan calon mahasiswa. Karena SNMPTN mengamati prestasi akademik siswa semenjak semester satu di sekolahnya.
"Malah jika SBMPTN atau tes itu menurut saya tidak fair. Karena masuk atau tidaknya ke PTN ditentukan oleh satu hari tes itu saja," jelas Akhmaloka.
Dia menilai, kecil kemungkinan juga bagi sekolah untuk memanipulasi nilai rapor agar bisa mendaftarkan anaknya ke jalur SNMPTN. Sebab jika memang mau nekat seperti itu maka sekolah harus mau memanipulasi nilai rapor sejak dia semester pertama.