REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) merayakan Dies Natalis ke-78 pada Selasa (4/12) di Auditorium Gedung IX FIB, UI Depok. Tak hanya hari ini, rangkaian acara pendukung telah berlangsung sejak 1 November hingga 7 Desember mendatang.
Tema Dies Natalis kali ini mengambil sudut pandang salah satu kebudayaan tertua di Indonesia. "Jawa Dulu, Kini dan Esok" menjadi tema utama sebab seperti diketahui bahwa budaya Jawa merupakan budaya yang memiliki sejarah panjang dalam pembentukan Indonesia, dari awalnya Nusantara.
Ketua Panitia Dies Natalis dari Program Studi Sastra Jawa UI Widhyasmaramurti mengatakan, tema tersebut sangat layak diangkat menjadi tema karena melihat kian memudarnya budaya di Indonesia khususnya Jawa. Orasi ilmiah pun mengambil sosok Pangeran Diponegoro yang dinilai memberikan sikap hidup yang mencerminkan masyarakat kini
"Menurut kami itu adalah salah satu yang cukup menarik untuk disampaikan kepada masyarakat luas," ujar Mara, panggilan akrabnya, Selasa (4/12).
Menurut Mara, Jawa merupakan satu budaya nasional yang cukup tua umurnya di Indonesia. Menghadapi adanya persingungan budaya asing yang sangat marak dan mudah diakses, sehingga menjadi tugas bersama untuk tetap melestarikan bdaya daerah Indonesia.
"Saya harap dengan pengangkatan tema ini dapat memicu adanya penelitian dan usaha untuk melestarikan budaya daerah tak hanya Jawa tapi budaya lainnya, baik FIB UI khususnya, dan UI pada umumnya," ujarnya.
Pemilihan tema ini, kata dia juga diharapkan memberikan gambaran akan uoaya pelestarian budaya Jawa yang tidak statis, namun dinamis mengikuti perkembangan Jawa. "Zaman sekarang merupakan tantangan, budaya Jawa bergerak dinamis, mengikuti perkembangan zaman," kata dia.
Mara menyontohkan, pertunjukan Tari Jawa oleh Karsono H Saputra mengangkat sub tema Jawa Kini, yang berarti tarian Jawa klasik yang dipersembahkan oleh Karsono, memuat rasa dan improvisasi modern tanpa menghilangkan pakem. Begitu pula dengan pertunjukan musik dari Endah Laras yang musiknya diaransemen kekinian tapi masih dalam bahasa Jawa dan nuansa gamelan.
Sehingga, di usia FIB ke-78 yang bukan meruoakan usia muda, Mara mewakili seluruh elemen yang ada di FIB berharap dapat mengembangkan sayap, seperti peduli terhadap kebudayaan Indonesia. "Tak hanya dari segi penelitian ya, tapi juga pengabdian kepada masyarakat sehingga budaya nasional bisa dapat dilestarikan," tutup Mara.