REPUBLIKA.CO.ID, Perjuangan tim stupid but spirit, bodoh tapi punya semangat, dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta tampaknya masih panjang. Tim yang memproduksi mobil listrik berjuluk 'BLITS', gabungan nama kedua kampus, dan mobil hibrida bernama 'Kasuari' tersebut masih harus merampungkan perjalanan sejauh 15.000 kilo meter (km) keliling Indonesia sebelum bisa mendaftar untuk bertanding di Reli Dakar.
Setelah memulai perjalanan dari Surabaya, Jawa Timur sejak satu bulan lalu, saat ini kedua mobil kreasi tim stupid but spirit tersebut singgah di Kota Padang, Sumatra Barat untuk mengisi daya.
Perjalanan keliling Indonesia, dari Aceh hingga Papua, harus dijalani BLITS dan Kasuari sebagai bagian dari uji kelayakan mobil untuk bertanding di ajang internasional seperti Reli Dakar paling cepat pada 2020 nanti. Namun kenyataan bahwa kedua mobil tersebut digerakkan oleh energi listrik membuat perjalanan keliling Indonesia tentu tak mudah.
Faktanya, belum banyak Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) khusus untuk kendaraan berlistrik di Indonesia. SPLU yang ada kebanyakan untuk pengisian daya alat elektronik. Beruntung, PT PLN (persero) berinisiatif membantu tim yang mengkreasikan BLITS dan Kasuari terkait fasilitas pengisian daya.
Kerja sama pun dijalin antara Kampus ITS, UBL, dan PLN selaku penyedia fasilitas pengisian daya. Melalui program BLITS Explore Indonesia, kedua mobil listrik yang sedang diuji coba bisa melaju di jalanan. PLN memberikan akses bagi tim stupid but spirit untuk melakukan pengisian daya di setiap fasilitas yang dimiliki perusahaan pelat merah tersebut.
"Dan memang kami harus sering sekali mengisi daya. Rata-rata per 120-130 km dengan lama waktu charging 3-4 jam," ujar Agus Mukhlisun selaku Ketua Tim Stupid but Spirit saat menyambangi Kantor Wilayah PLN Sumatra Barat, Rabu (5/12).
Agus menyebutkan, pihaknya akan memaksimalkan momentum BLITS Explore Indonesia hingga tiga bulan ke depan. Melalui program ini, timnya bisa melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mobil BLITS sebelum bisa melaju di Reli Dakar tahun 2020 nanti. Salah satu poin penting yang akan menjadi bahan evaluasi adalah kecepatan maksimum yang bisa dicapai mobil listrik buatan ITS dan UBL. Agus menyebut, mobil BLITS kreasi mereka baru bisa melaju hingga 140 km per jam.
"Reli Dakar tentu butuh kecepatan lebih ekstrem dari itu. Belum lagi kami harus membuat penggerak 4 roda. Nanti powernya harus dua kali lipat dari sekarang," jelas Agus.
Selain itu, lama waktu pengisian daya baterai juga menjadi tantangan tim. Dengan waktu lama pengisian daya berjam-jam, memaksa tim harus punya siasat agar mobil tetap bisa melaju di Reli Dakar. Salah satu opsi yang disiapkan adalah penyediaan baterai cadangan hingga 2 unit. Tim akan berjaga untuk segera mengganti baterai yang diketahui mulai kehabisa daya.
"Satu baterai dipakai jalan, satu baterai di-charge oleh pendamping, satu unit baterai lagi ready untuk dipakai," kata Agus.
Selain itu, ajang Reli Dakar yang melalui cuaca ekstrem juga membuat tim harus akurat dalam memperhitungkan manajemen suhu mesin. Artinya, mobil harus siap melaju di dalam suhu rendah hingga tinggi sekalipun. Saat ini, BLITS memiliki spesifikasi berupa Battery Pack berkapasitas maksimal 90 kWh.
Meski begitu, Agus tetap optimistis mobil listrik kreasi anak bangsa bisa melaju di Reli Dakar. Mobil riset yang digarap mahasiswa ITS dan UBL ini diharapkan mampu menjadi pendorong bagi kampus-kampus lain di Indonesia untuk terus melakukan riset kendaraan ramah lingkungan.