Jumat 28 Dec 2018 20:26 WIB

Kesuksesan Pesantren UIN Malang di Mata Mantan Rektor

UIN Malang ingin memadukan antara kemampuan pikir dan zikir.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Ma
Foto: OldApp
Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tradisi pesantren bisa dipadukan dengan perguruan tinggi. Perpaduan keduanya berwujud keberadaan pesantren mahasiswa. Salah satu pesantren mahasiswa yang menjadi role model (percontohan) di Indonesia adalah pesantren mahasiswa yang didirikan oleh kampus UIN Maulana Maqdum Ibrahim, Malang, Jawa Timur. 

Guru besar UIN Maliki Malang, Mudjia Rahardjo, mengatakan pesantren mahasiswa yang bernama Ma'had itu didirikan untuk mewujudkan visi dan misi universitas. 

Dalam hal ini, menurutnya, UIN Malang ingin membentuk mahasiswa yang memiliki kedalaman spiritual dan akhlak serta ilmu pengetahuan. 

"Universitas ingin menggabungkan dua kekuatan antara pikir dan zikir, itu bisa terwujud jika ada lembaga yang menopang. Karenanya, kita mendirikan Ma'had ini," kata Prof Mudjia, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/12).  

Ma'had UIN Malang didirikan pada 1997, saat kampus ini masih menyandang sebagai Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN). 

Mudjia mengatakan, pesantren mahasiswa ini adalah bagian integral dari program kampus. Karena merupakan program wajib, semua mahasiswa baru wajib tinggal di Ma'had pada tahun pertama kuliah. 

Dia menyebutkan jumlah mahasiswa yang tinggal di Ma'had sesuai dengan jumlah mahasiswa yang diterima di kampus, yakni 3.500 orang. Dalam satu kamar, terdapat empat tempat tidur.  

"Ini program wajib. Jika tidak mau tinggal di Ma'had, calon mahasiswa tidak bisa kuliah di UIN Malang," lanjutnya. 

Mudjia menjelaskan, program yang diterapkan di Ma'had memiliki kurikulum sama persis dengan pondok pesantren pada umumnya. Mahasiswa menjalani program belajar pada pagi hari setelah shalat Shubuh dan malam hari setelah maghrib. 

Di Ma'had ini, mahasiswa mendapatkan pembelajaran tentang Alquran, hadis, pemikiran Islam, adab dalam Islam, bahasa Arab, dan bahasa Inggris.

Mudjia mengatakan, selayaknya ponpes, mahasiswa akan menempuh ujian dan harus lulus dari perkuliahan di Ma'had. Jika tidak lulus, mahasiswa bersangkutan akan terkendala dalam perkuliahan di kampus dan tidak bisa mengambil mata kuliah keIslaman di fakultas pada tahun kedua kuliah. 

"Jika tidak lulus, mahasiswa bisa menjalani remidi. Kecuali jika absennya kurang di bidang tertentu, mahasiswa harus mengkompensasi kekurangan tersebut," jelasnya. 

Kendati demikian, Mudjia mengakui pelaksanaan program di pesantren mahasiswa ini bukan tanpa kendala. Mahasiswa di tahun pertama kuliah umumnya masih harus beradaptasi dahulu dan membutuhkan komitmen tinggi. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement