REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan Sutarsis mengungkapkan pelaksanaan magang atau kerja industri dalam progran kuliah-magang atau Industry Academy Collaboration dikendalikan oleh agen Taiwan atau universitas tempat studi. Dari laporan yang diterima PPI, dibeberapa universitas aturan durasi kerja dan hari pelaksanaan magang industri sering tidak konsisten dan berubah.
“Perubahan ini pada akhirnya membuat proses pembelajaran mahasiswa tersebut menjadi terganggu,” kata Sutarsis kepada Republika, Ahad (6/1).
Sementara itu dari temuan PPI terkait penggajian, mayoritas sudah memenuhi standar intership sekitar 150 NT/jam dengan jumlah pendapatan 9.000 NT hingga 11.000 NT per bulan. Namun ditemukan di salah satu universitas gaji yang diterima masih jauh dibawah standar gaji. Selain itu, lanjut dia, dibeberapa universitas, pengaturan kepastian tempat dan jadwal magang industri belum begitu baik.
“Jadi kami temukan banyak mahasiswa yang menganggur dalam kurun waktu yang lama secara berurutan, misalnya tiga bulan, dengan menanggung biaya asrama dan cicilan kuliah sendiri,” jelas dia.
Untuk itu dia berharap setelah kasus ini mencuat ada pengawasan lebih dari pemerintah Indonesia dan Taiwan. Sutarsis mendorong agar kedua belah pihak segera merumuskan tata kelola yang lebih baik dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
“Intinya saya harapkan betul ada perbaikan. Karena banyak pelajar Indonesia yang membutuhkan beasiswa ke Taiwan,” ungkap dia.
Diketahui, diberitakan ada sekitar 300 mahasiswa Indonesia di Taiwan yang diduga dieksploitasi oleh oknum tertentu dalam program kuliah-magang. Ratusan mahasiswa tersebut diduga bekerja melebihi aturan maksimal waktu magang, dan dibayar dengan upah rendah.