REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) RI membantah bahwa alasan pemecatan dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati Syafri karena penggunaan cadar. Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Humas Itjen Kementerian Agama, Nurul Badruttaman menegaskan, pemecatan Hayati adalah karena dianggap melanggar tata tertib pegawai negeri sipil (PNS).
"Itu tidak benar. Sudah ditemukan bukti valid hasil audit Itjen Kemenag," kata Nurul, Sabtu (23/2).
Berdasarkan audit Itjen Kemenag, kata Nurul, Hayati terbukti telah melakukan pelanggaran disiplin berat. Selain telah tidak masuk kerja selama 67 hari selama 2017, Hayati juga terbukti kerap meninggalkan ruang kerja dan tidak melaksanakan tugas lainnya sepanjang 2018.
Tugas yang dimaksud itu, di antaranya dalam menjadi penasihat akademik serta memberi bimbingan skripsi kepada mahasiswa. Kemenag menyarankan agar Hayati segera mengajukan banding ke Badan Kepegawaian (Bapek) Kemenag atau ke PTUN.
"Jika keberatan, Hayati Syahfri masih mempunyai hak banding,” kata Nurul.
Hayati mengaku telah menerima surat pemberhentian sebagai PNS per tanggal 18 Februari 2019 ini. Dalam surat keputusan itu, Kemenag memberi kesempatan banding sampai hari ke-15 sejak surat tersebut diterima Hayati.
"Masih dipikirkan (peluang banding). Banyak yang harus dipertimbangkan," kata Hayati, kepada Republika.coid, Sabtu (23/2).
Hayati tidak mau buru-buru mengajukan banding karena belajar dari banyak kasus sebelumnya. Ia melihat kasus serupa selama ini tidak berpihak kepada yang mengajukan banding. Hayati dalam hal ini merasa sebagai pihak minoritas. Ia merasa terdiskriminasi oleh pihak kampus dan Kemenag karena sikapnya yang teguh memegang prinsip tidak akan melepas cadar saat mengajar.
Dari keputusan pemecatan dari Kemenag ini saja Hayati merasa janggal. Hayati merasa tim inspektorat jenderal Kemenag berusaha mencari-cari kesalahannya. Kemenag memecat Hayati karena dianggap melalaikan tugas dan tanggung jawab sebagai dosen. Padahal awal mula dirinya mendapat perlakuan tidak adil lantaran dirinya yang menggunakan cadar.
"Dari kasus cadar, dicari-cari kesalahan lain dan akhirnya dengan kasus ini saya diberhentikan. Saya masih memikirkan banding karena minoritas akhirnya kalah juga. Karena data bisa dimanipulasi pihak kampus," ujar Hayati.