REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak kurang lebih 32 ribu thesis dan disertasi koleksi Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDDI LIPI) dimusnahkan. Hal itu dikatakan oleh Profesor riset LIPI, Asvi Warman Adam dalam diskusi di Kantot LIPI, Jakarta, Jumat (15/3).
"Itu kan jumlah yang banyak, 32 ribu tesis dan disertasi. Sekarang itu sudah dikeluarkan dan kami menuntut supaya itu dikembalikan," kata Asvi, di Kantor LIPI, Jumat.
Alasan dari Pelaksana tugas Kepala PDDI LIPI Hendro Subagyo, disertasi dan thesis tersebut memang dimusnahkan karena merupakan proses yang harus dilakukan. Seharusnya, proses weeding atau penyiangan (penghapusan koleksi) thesis dan disertasi dilakukan setahun satu kali.
Namun, proses tersebut tidak dilakukan sejak 2015. Akhirnya, pada awal tahun 2019, PDDI LIPI memutuskan untuk melakukan penyiangan tersebut kepada kurang lebih 32 ribu disertasi dan thesis dari seluruh ilmuwan di Indonesia.
PDDI menjelaskan, meskipun disertasi dan thesis tersebut sudah tidak ada lagi di LIPI, masih dapat diakses di universitas masing-masing. Terkait hal ini, Asvi tidak terima sebab akan merepotkan bagi orang yang membutuhkan informasi soal disertasi atau thesis tersebut.
Ia mengatakan, banyak disertasi dan thesis yang berasal dari universitas di luar negeri. "Belum tentu itu bisa diakses secara online, dan kalau disertasi itu ada di PDDI, kita kan tidak perlu lagi ke Amerika, Jepang, Australia, untuk membaca disertasi itu," kata dia.
Menurut Asvi, penyiangan adalah hal yang biasa pada sebuah perpustakaan. Namun, itu baru boleh dilakukan kalau dipenuhi berbagai syarat seperti seleksi, untuk koleksi yang akan dikeluarkan dilakukan dengan digitalisasi, direlokasi atau dihibahkan).
"Sangat menyedihkan kalau koleksi buku dan dokumen yang telah dikumpulkan lebih dari 50 tahun kini hilang terbuang," kata Asvi.
Ia juga menyayangkan penyiangan yang dilakukan tanpa komunikasi dengan pustakawan lainnya. Staf PDDI, Darto mengatakan ketika dirinya tiba disertasi dan thesis yang seharusnya ada di rak buku sudah tidak ada lagi. Ia pun tidak tahu persis bagaimana kronologi hal tersebut bisa terjadi.
"Pokoknya waktu saya datang, buku itu sudah tidak ada. Entah ada dimana," kata dia.
Sementara itu, menurut Guru Besar Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia (UI), Sulistyo Basuki, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar dapat dilakukan penyiangan terhadap buku. Selain itu, mengenai waktu penyiangan tergantung dari jumlah koleksi masing-masing perpustakaan.
Kriteria pertama adalah apakah buku tersebut digunakan atau tidak. Kedua, apakah kondisi buku sudah tidak dalam kondisi baik atau rusak. Kriteria ketiga, perlu diketahui mutakhir atau tidak buku tersebut.
Sulistyo mengatakan, dalam bidang tertentu buku dapat digantikan. Ia memberi contoh yakni buku bidang geografi yaitu dalam waktu lima sampai tujuh tahun dapat digantikan, atau buku komputer waktunya tiga tahun.
"Jadi penyiangan memang ada, tapi harus dilakukan dengan baik. Saya kira faktor-faktornya harus diperhitungkan dengan baik," kata Sulistyo.
Menanggapi itu semua, Plt Kepala PDDI LIPI, Hendro Subagyo berdalih, proses penyiangan yang dilakukan pada sektiar 32 ribu sudah sesuai prosedur. Ia pun mengatakan, semua thesis dan disertasi masih ada di universitas asalnya dan bisa dicari.
Ia juga menjelaskan, tugas untuk menyimpan atau melakukan digitalisasi terhadap buku tersebut bukanlah tugas PDDI. Oleh karena itu, thesis dan disertasi yang telah musnah masih ada yang belum didigitalisasi, namun Hendro tidak mengetahui jumlah pastinya.
"Itu tugasnya universitas, bukan PDDI. Tugas PDDI hanya melakukan dokumentasi. Dokumentasi itu mencatat metadatanya," kata dia.
Ia pun menjamin apabila ada yang membutuhkan buku yang dimusnahkan bisa meminta kepada PDDI. "Kalau pengunjung minta disertasi apa, judul apa, PDDI bisa menyajikan," kata dia lagi.
Ketika ditanya oleh para profesor kapan mereka bisa mendapatkan data buku apa saja yang dilakukan penyiangan, Hendro memperkirakan bisa memberikan data tersebut pada Senin pekan depan. "Senin lah, data buku 32 ribu yang hilang itu sudah ada. Bisa dilihat sama siapa yang mengirimkan," kata dia.