REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kejahatan siber terkait akademik (academic cybercrime) masih marak terjadi. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Pengolahan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Arda Putri Winata.
Menurut Arda, plagiarisme hingga pencurian identitas yang mencatut nama orang lain dalam penerbitan karya ilmiah termasuk bentuk jamak academic cybercrime. Arda merupakan pemenang kompetisi Pustakawan Berprestasi Tingkat DIY 2019 yang digelar Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY.
Academic cybercrime menjadi topik yang Arda angkat dalam kompetisi tersebut. Judul karya ilmiah yang ia presentasikan dalam kompetisi tersebut ialah "Academic Cybercrime: Ask Your Librarian".

Koordinator Pengolahan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Arda Putri Winata, saat menyampaikan presentasinya pada kompetisi Pustakawan Berprestasi Tingkat DIY 2019.
Dengan mengangkat topik tersebut, Arda berhak menjadi perwakilan DIY dalam kompetisi Pustakawan Terbaik tingkat nasional. Kompetisi ini akan diadakan oleh Perpustakaan Nasional RI pada Agustus 2019 nanti.
"Yang menjadi penilaian dalam kompetisi ini antara lain adalah portofolio pribadi, kognitif berupa wawasan seputar kepustakaan dan kebudayaan Yogyakarta, visi misi, dan terakhir adalah presentasi karya ilmiah," kata Arda berdasarkan siaran pers yang diterima Republika.co.id.
Menurut Arda, mudah dan maraknya academic cybercrime terjadi karena dapat dilakukan melalui jaringan internet, misalnya melalui penawaran publikasi oleh penerbit predator melalui surel. Arda mengatakan, salah satu tugas pustakawan ialah mengatasi dan mengantisipasi hal tersebut sebagai upaya melindungi karya tulis yang dihasilkan oleh civitas akademika.
"Misalnya dengan memberikan pelayanan penelusuran informasi melalui jaringan akademis dan dengan mengelola sirkulasi produk ilmiah yang dihasilkan oleh dosen dan juga mahasiswa," kata Arda.