REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Muflih Dwi Fikri memenangkan penghargaan The Most Outstanding Delegates di Paris International Model United Nations. Ini adalah sebuah kompetisi diplomasi dan negosiasi berbentuk simulasi sidang PBB yang diselenggarakan di Paris, Prancis, pada 3 Juni lalu.
Dalam acara yang dihadiri oleh lebih dari 500 delegasi dari 34 negara tersebut, Muflih Fikri mendapatkan award “The Most Outstanding Delegates” yang setara dengan peringkat kedua atau Runner Up. Muflih Fikri menjadi satu-satunya delegasi Indonesia yang meraih penghargaan di acara tersebut.
Muflih Fikri menyatakan, sebagai mahasiswa HI sudah terbiasa menjalin komunikasi dan praktik diplomasi. Ilmu yang dipelajari di bangku kuliah langsung dipraktikkan dengan mengikuti berbagai macam kegiatan bertajuk Model United Nations (MUN), sebuah simulasi sidang internasional dengan perwakilan berbagai negara di dunia.
"Kebetulan saya dapat jatah untuk merepresentasikan United States of America di chamber Social Culture and Humanitarian (SOCHUM) membahas tentang The Minorities Right With Special Emphasis to Uighur Muslim," ucapnya seperti tertulis dalam siaran pers, Kamis (13/6).
Ketertarikannya terhadap MUN bermula dari ospek jurusan HI saat menjadi mahasiswa baru. Dia merasa mendapat banyak manfaat dari keikutsertaannya mengikuti MUN. Kemudian dia terus menerus mengikuti acara serupa di tempat yang berbeda-beda.
Sedikitnya, 10 acara MUN telah dia ikuti sejak tahun 2017, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di antaranya, IRC MUN 2017, Soedirman MUN 2017, Surakarta International MUN 2017, Justicia MUN 2018, Abirama MASEAN 2018, Humaniora MUN 2018, Smala MUN 2019, ITB MUN 2019, SE MUN 2019, Padjajaran MUN 2019, dan Paris International MUN 2019.
Dari sekian acara MUN tersebut, Muflih Fikri meraih beberapa penghargaan. Dia menjadi The Most Ostanding Delegate di Surakarta International Model united Nations 2017, Justicia MUN 2018, dan ABIRAMA Model United Nations 2018.
Menurutnya, keikutsertaannya dalam Paris Internastional MUN tersebut memiliki tantangan tersendiri. Jumlah peserta yang lebih besar dan berasal dari berbagai negara membuat suasana menjadi lebih kompetitif.
Standar penilaian yang ditetapkan oleh panitia juga lebih tinggi. Selain itu di Paris dia menghadapi kesulitan bahasa, karena peserta berasal dari berbagai negara aksen peserta menjadi sulit dipahami.
Dia mengaku, mengikuti berbagai acara MUN membuatnya bertemu banyak orang yang menginspirasi untuk lebih baik. Selain itu, dia jadi mengerti perkembangan isu internasional dari berbagai negara di dunia. "Pengalaman dan pengetahuan saya tentang dunia diplomasi dan isu internasional semoga akan menjadi bekal untuk meraih cita-cita saya di masa mendatang," harapnya.