REPUBLIKA.CO.ID, ROMA - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria, memaparkan konsep IPB tentang Agromaritim 4.0 dan 25 inovasi digital karya dosen dan mahasiswa IPB baik kepada Food Agriculture Organization (FAO) Roma. Arif Satria secara khusus untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran dalam pertemuan tentang “Digital Agriculture: Challenges to be Addressed” pada 12-13 Juni 2019.
"Pertanian digital sudah menjadi keniscayaan. Namun demikian juga perlu disadari bahwa kondisi dunia ketiga dicirikan dengan mayoritas petani skala kecil. Oleh karena itu, pengembangan pertanian digital menghadapi tantangan tersendiri," ujar Arif Satria, Jumat (14/6).
Beberapa inovasi yang dikenalkan di FAO adalah tentang Fire Risk System (FRS). Ini adalah system digital yang mampu memprediksi kebakaran hutan untuk 6 bulan ke depan di 10 Provinsi. Sistem ini sudah disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Begitu juga National Forest Monitoring untuk peringatan dini deforestasi.
Selain itu dikenalkan Underwater Televisual System (UTS) untuk memonitor ekosistem bawah laut secara digital, dan TrekFish yang merupakan alat perekam jejak jalur penangkapan ikan yang penting untuk mendukung Seafood Import Monitoring (SIM) dan menjamin keterlusuran.
Sementara itu untuk menunjang ketahanan pangan, inovasi IPB yang dipaparkan antara lain Smart Seed. Ini merupakan aplikasi yang menggunakan satelit, pemodelan iklim, big data, dan internet of things berbasis android untuk 100 ribu petani sayuran di Indonesia.
Ada juga sistem pintar pengendalian hama dan penyakit tanaman, sistem pintar pengembangan agrologistik berbasis blockchain, serta PreciPalm yang merupakan sistem rekomendasi pemupukan presisi berbasis satelit agar pemupukan lebih efisien dan efektif.
Acara yang dibuka langsung oleh Director General FAO Jose Graziano da Silva, dihadiri sekitar 250 peserta dari negara anggota baik para menteri, duta besar, para pejabat kementrian, serta pimpinan FAO dan lembaga multilateral. Hadir dalam forum ini Esti Andayani Duta Besar RI di Roma didampingi Atase Pertanian Ida Ayu Ratih.
Arif mengusulkan empat strategi pertanian digital untuk negara berkembang. Pertama, pengembangan masyarakat di pedesaan agar lebih siap dalam memanfaatkan inovasi digital. IPB pernah mengembangkan peningkatan literasi digital petani di 8 provinsi dan 17 kabupaten bekerja sama dengan Kemenkominfo.
Selain itu, program Precision Village yang membantu masyarakat desa melakukan perencanaan desa presisi berbasis data dan teknologi digital dengan menerapkan pemetaan partisipatif berbasis drone.
Kedua, peta jalan riset Agro-Maritim 4.0, agar riset-riset lebih terarah dengan hasil yang terukur dan bermanfaat secara konkrit di masyarakat. Ketiga, kerangka implementasi konsep Agro-Maritim 4.0 agar pelaku usaha dari berbagai lapisan sosial mampu menerapkan model pertanian digital ini.
"Ini penting karena pelaku agro-maritim di dunia ketiga beragam, ada yang sudah siap dengan teknologi dan ada yang belum. Disinilah kolaborasi antar pemangku kepentingan diperlukan, dan perlu dukungan lembaga internasional seperti FAO dan IIFAD," jelasnya.
Keempat, kerangka regulasi harus segera disiapkan, mumpung implementasi pertanian digital ini belum cukup marak. Selama ini regulasi selalu terlambat dibandingkan dengan perkembangan teknologi. "Dalam regulasi ini perlu ditekankan afirmasi untuk petani skala kecil sehingga mereka bisa menjadi bagian penting dalam transformasi pertanian modern ini," kata Arif.