Selasa 02 Jul 2019 20:44 WIB

UIN Suka Jadi Tuan Rumah Konferensi Dakwah Internasional

Akan coba dipetakan peluang dan tantangan keagamaan global di masa mendatang.

 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka)
Foto: uin.suka.ac.id
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta akan menjadi tuan rumah 3rd International Da'wah Conference (iDACON) 2019 dengan tema 'The Global Challenges of Da'wah: Political Identity, Humanity, and Inclusive Democracy.' Kegiatan ini akan berlangsung pada tanggal 23 Oktober 2019 mendatang di gedung Convention Hall Profesor RHA Soenarjo, kampus barat UIN Sunan Kalijaga.

Forum ini akan menghadirkan beberapa narasumber, baik dari kalangan akademisi internal seperti Prof Yudian Wahyudi dan Alimatul Qibtiyah hingga akademisi dari berbagai negara meliputi Prof Sayed Azkia Hashimi (Hazera University, Pakistan), Prof Ahmad Tarmizi Talib (Universiti Putra Malaysia), Zahid Jalaly(Kardan University, Afghanistan), dan Abdulroya Panaemalae (Walailak University, Thailand).

Menurut Sekretaris Pelaksana iDACON 2019, Bayu Mitra A Kusuma, latar belakang penyelenggaraan konferensi ini adalah mengingat Indonesia telah memasuki dekade kedua pascareformasi.

"Kita berharap demokrasi akan tumbuh secara lebih berkualitas. Namun, sayangnya kualitas demokrasi kita justru mengalami kemunduran dengan semakin menguatnya politik identitas berbasis isu keagamaan," kata Bayu dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (2/7).

Ia mencontohkan, kegiatan dakwah digunakan sebagai kedok kampanye sehingga agama menjadi sangat rentan untuk diseret sebagai alat politik. 

"Hal ini karena dalam beragama seseorang akan melibatkan emosi untuk membangun keimanannya, dimana apabila emosi mereka disentuh dengan isu agama maka respons mereka akan begitu cepat," paparnya.

Akibatnya politisasi agama dianggap sebagai alat mobilisasi massa yang sangat efektif.  "Fenomena di atas menggambarkan situasi bahwa demokrasi kita tak lagi inklusif karena penggunaan isu agama didominasi oleh kelompok tertentu yang politis dan konservatif," ungkapnya.

Melalui konferensi dakwah internasional ini akan coba dipetakan peluang dan tantangan keagamaan global di masa mendatang. "Harapannya tentu para akademisi dan praktisi dakwah di berbagai penjuru dunia mampu berperan aktif dalam proses transformasi sosial untuk  membangun peradaban yang lebih inklusif dan humanis," tutupnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement