REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Lima mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) membuat mesin pencacah serabut kelapa bebas polusi. Sebagian besar mesin pencacah serabut kelapa masih bersifat manual dan berbahan bakar mesin. Mesin belum pula ramah lingkungan karena menimbulkan polusi udara.
Mesin yang ada selama ini mengeluarkan pembakaran berupa CO2, NOX dan polusi suara. Selain itu, ukurannya terlalu besar dan menjadi kekurangan dari segi efisiensi. Mereka menggandeng mitra bengkel Margosari Mesin.
Ada Handoko Priono, Aditya Riska Nugroho, Dimas Setyawan dan Muhammad Yusri Ilyas dari D3 Teknik Mesin, serta Laili Maulidiyah dari Agroteknologi. Lewat PKM-T, mereka mengembangkan Pespa.
Pespa merupakan singkatan Inovasi Pencacah Serabut Kelapa dengan Motor Listrik Bebas Polusi. Pespa menjadi solusi pembuatan produk rumah tangga dan pupuk pertanian.
Mesin itu bisa membelah serabut kelapa jadi dua bagian. Sehingga, menghasilkan coco fiber dan coco peat. Ketua PKM-T, Handoko Priono mengatakan, alat pencacah itu sangat dibutuhkan.
Utamanya, lanjut Handoko, bagi mereka yang memproduksi produk rumah tangga maupun pupuk pertanian. Apalagi, selama ini serabut kelapa cuma menjadi limbah dan kurang dimanfaatkan.
"Serabut kelapa hanya menjadi limbah dan kurang dimanfaatkan kebanyakan orang, padahal memiliki manfaat besar," kata Handoko.
Kehadiran Pespa membuat penggunaan alat menjadi semakin besar dan mampu mengurangi beban biaya. Sehingga, lebih murah karena ada perbandingan besar yang mencolok.
Untuk mesin yang biasanya, menghasilkan pengeluaran sebanyak Rp 2.864.160 per bulan. Sedangkan, Pespa hanya membutuhkan Rp 154.669 per bulan dari segi perawatan.
Handoko berharap, kehadiran alat ini dapat memberi keuntungan yang lebih besar. Sehingga, bisa mengembangkan usaha, potensi hak paten dan potensi pengabdian kepada masyarakat.
"Kegiatan PKM-T ini diharapkan dapat memberikan solusi dari masalah yang dialami bengkel Margosari Mesin, sehingga pelanggan merasa nyaman dan senang dengan hasilnya," ujar Handoko.