REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi pendidikan Edy Suandi Hamid meminta agar pemerintah mengkaji lebih dalam terkait rencana mendatangkan rektor asing. Sebab, menurut dia masalah yang ada di universitas tidak akan langsung selesai dengan mendatangkan rektor asing. "Ibaratnya kita melihat itu ada tikus di lumbung padi, padinya dibakar. Berlebihan jadinya," kata Edy pada Republika.co.id, Jumat (26/7).
Ia menjelaskan, sebenarnya Indonesia memiliki cukup orang untuk menjadi rektor. Namun, saat ini memang banyak keluhan soal rektor yang tidak mumpuni. Menurut dia, rektor yang tidak mumpuni tersebut muncul karena perekrutan rektor yang tidak baik.
Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta ini mengatakan, seharusnya memperbaiki pola perekrutan rektor. Tidak hanya perguruan tinggi di bawah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), namun juga perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama.
Ia menilai selama ini intervensi birokrasi perekrutan rektor terlalu besar. Hal inilah, menurut Edy yang menyebabkan muncul rektor-rektor yang tidak memiliki kualifikasi yang baik.
Menurut dia, sebaiknya pemilihan rektor diserahkan kepada lembaga senat universitas. Sebab, lembaga senat pemerintah adalah pihak yang paling mengetahui kondisi orang-orang yang ada di perguruan tinggi.
Dia mengatakan, pemerintah pusat seharusnya hanya membuat peraturan dan mengawasi. Saat ini pemilihan rektor menurut dia terlalu banyak dicampuri oleh pemerintah pusat. "Jakarta mana tahu kondisi lokal di Aceh sana misalnya. Paling dengar omongan orang-orang. Tapi kalau orangnya punya kepentingan kan informasinya bisa sesat," kata Edy.
Meskipun demikian, menurut dia, rektor asing memang umum dilakukan di negara lain. Namun, baiknya Indonesia berhati-hati karena banyak pertimbangan yang harus dilakukan terkait perekrutan rektor asing.