Jumat 02 Aug 2019 09:31 WIB

Presiden Restui Impor Rektor

Penerapan kebijakan ini akan dimulai pada 2020.

Menristek Dikti Mohamad Nasir saat berbincang dengan wartawan di Jakarta,  Selasa (30/7).
Foto: Republika/Karta Raharja Ucu
Menristek Dikti Mohamad Nasir saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Selasa (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengaku telah direstui Presiden Joko Widodo untuk mendatangkan rektor dari luar negeri. "Sudah saya sampaikan secara lisan, Bapak Presiden setuju," kata dia di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (1/8).

Menurut Nasir, tahap selanjutnya akan dilakukan perbaikan terhadap tata kelola serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perbaikan itu, kata dia, meliputi pendanaan, pembenahan sistem, hingga undang-undang.

Mantan rektor Universitas Diponegoro, Semarang, ini mengatakan, di Indonesia terdapat sekitar 4.700 perguruan tinggi. Penerapan kebijakan ini akan dimulai pada 2020 dan diawali dengan pemetaan perguruan tinggi yang akan melaksanakannya.

Pada tahap awal akan diambil contoh di dua sampai lima perguruan tinggi untuk pelaksanaannya. "Bisa PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), bisa swasta, akan dilihat dulu," ujar dia.

Kepala Staf Presiden Moeldoko mengungkap latar belakang di balik ide diundangnya rektor dari luar negeri untuk memimpin perguruan tinggi di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan, kata Moeldoko, Presiden Jokowi pernah menyampaikan ide untuk menjajal membuka ruang bagi rektor asing memimpin perguruan tinggi nasional.

"Biar menjadi tantangan tersendiri. Kalau itu dilakukan dan bisa menumbuhkan persaingan, itu juga bagus. Saya mohon, jangan dilihat dari sisi yang sempit, namun dari global kompetisi kita berada di mana," ujar dia.

Moeldoko menyebut, diundangnya rektor asal luar negeri untuk mengelola kampus dalam negeri akan mampu mendongkrak peringkat perguruan tinggi nasional di kancah global. Presiden Jokowi, kata dia, juga berniat mendorong agar sumber daya manusia (SDM) dalam negeri mampu berkompetisi dengan laju yang lebih cepat.

"Kalau ada rektor dari luar, mungkin ada dirut BUMN dari luar (negeri), Presiden ingin melihat bagaimana kalau bangsa ini berkompetisi. Poinnya di situ, kita ingin masuki dunia kompetitif," kata mantan panglima TNI ini.

Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Muhammad Nasih menilai, untuk menjadikan sebuah kampus itu menjadi baik, ada beberapa indikator yang harus dijalankan. Termasuk dilihat dari tata kelola dan biro krasi perguruan tinggi. Artinya, bukan hanya seorang rektor yang menjadi penentu kampus menjadi lebih baik.

"Keberhasilan sebuah organisasi, termasuk PTN ditentukan beberapa faktor, bukan hanya rektor. Tapi, tata kelola, birokrasi, mahasiswa, jadi banyak indikatornya," ujar Nasih.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyindir, jika impor rektor benar terjadi, tidak heran jika profesi lain nantinya akan juga diisi oleh orang asing. "Jangan-jangan kita nggak sanggup jadi presiden juga, nyari orang asing jadi presiden," ujar Fahri.

Menurut dia, yang jadi persoalan penting dalam memajukan pendidikan tinggi saat ini bukanlah merekrut orang asing, melainkan mempertanya kan konsep Kemenristekdikti dalam memodernisasi dan membangun kampus di Indonesia menjadi kampus kelas dunia. Merekrut orang asing seolah-olah bangsa kita lepas tanggung jawab dari persoalan.

"Ini kan kaya sebenarnya mau buang badan terus. Gagal membuat BUMN kita kelas dunia, cari CEO asing. Gagal membuat kampus menjadi kelas dunia, cari rektor asing. Lah sampean jadi menteri apa kerjaannya?" ujar dia. (sapto andika candra/ dadang kurnia/febrianto adi saputro/antara ed:mas alamil huda)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement